Cari Blog Ini

Jumat, 08 November 2013

PERBEDAAN MUSLIM SUNNI DAN SYIAH




Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah
Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja'fariyah) dianggap
sekedar dalam masalah khilafiyah Furu'iyah, seperti perbedaan antara NU
dengan Muhammadiyah, antara Madzhab safi'i dengan Madzhab Maliki.
Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah,
mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu
dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan
Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi
Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak
dilakukan?.
Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka
menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya
pengetahuan mereka tentang aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
(Ja'fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada
apa yang mereka ketahui.
Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat
ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja'fariyah). Disamping kebiasaan
berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.
Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh
Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti
perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi'i.
Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi'i, hanya
dalam masalah Furu'iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah
Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja'fariyah), maka
perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu 'juga dalam Ushuul.
Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya
juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan
sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur'an
mereka juga berbeda dengan Al-Qur'an kita ( Ahlussunnah).
Bila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa
Al-Qur'annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat
berbeda dan berbeda.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah
mengatakan: Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja'fariyah) adalah
satu agama tersendiri.
Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan
sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan
aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja'fariyah).
1. Ahlussunnah: Rukun Islam kita ada 5 (lima)
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
Syiah: Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a) As-Sholah
b) As-Shoum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al wilayah
2. Ahlussunnah: Rukun Iman ada 6 (enam):
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
c) Iman kepada Kitab-kitab Nya
d) Iman kepada Rasul Nya
e) Iman kepada Yaumil Akhir / kiamat
f) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Syiah: Rukun Iman Syiah ada 5 (lima) *
a) At-Tauhid
b) An Nubuwwah
c) Al Imamah
d) Al Adlu
e) Al Ma'ad
3. Ahlussunnah: Dua kalimat syahadat
Syiah: Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa
asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan
menyebut dua belas imam-imam mereka.
4. Ahlussunnah: Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman.
Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul
imam-imam, sampai hari kiamat.
Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah
tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah: Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun
iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-
imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah
dianggap kafir dan akan masuk neraka.
5. Ahlussunnah: Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah:
a) Abu Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali Radhiallahu anhum
Syiah: Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah.
Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal
Imam Ali sendiri membai'at dan mengakui kekhalifahan mereka).
6. Ahlussunnah: Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak
memiliki sifat Ma'shum.
Berarti mereka dapat berbuat salah / dosa / lupa. Karena sifat Ma'shum,
hanya dimiliki oleh para Nabi.
Syiah: Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut memiliki sifat
Ma''hum, seperti para Nabi.
7. Ahlussunnah: Dilarang mencaci-maki para sahabat.
Syiah: Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah
berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka
menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para
sahabat membai'at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.
8. Ahlussunnah: Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai.
Beliau adalah Ummul Mu'minin.
Syiah: Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.
9. Ahlussunnah: Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan referensi
Ahlussunnah adalah Kutubussittah:
a) Bukhari
b) Muslim
c) Abu Daud
d) Turmudzi
e) Ibnu Majah
f) An Nasa'i
(Kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin
sedunia).
Syiah: Kitab-kitab Syi'ah ada empat:
a) Al Kaafi
b) Al Istibshor
c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih
d) Att Tahdziib
(Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui
oleh pengikut-pengikut Syiah).
10. Ahlussunnah: Al-Qur'an tetap orisinil
Syiah: Al-Qur'an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah
tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).
11. Ahlussunnah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada
Allah dan Rasul Nya.
Neraka terdaftar untuk orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan
Rasul Nya.
Syiah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali,
meskipun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah.
Neraka terdaftar untuk orang-orang yang memusuhi Imam Ali, meskipun
orang tersebut taat kepada Rasulullah.
12. Ahlussunnah: Aqidah raj'ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj'ah
adalah besok diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali.
Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Syiah: raj'ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan: bahwa
nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya.
Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangun Rasulullah, Imam Ali,
Siti Fatimah dan Ahlul Bait yang lain.
Setelah mereka semuanya bai'at kepadanya, diapun selanjutnya
membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut
disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai ribuan
kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Keterangan: Orang Syiah memiliki Imam Mahdi sendiri. Berbeda dengan
Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan
kedamaian.
13. Ahlussunnah: Mut'ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan
hukumnya haram.
Syiah: Mut'ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut'ah ini
dipakai oleh kaum Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk
Syiah. Padahal haramnya Mut'ah juga terjadi di zaman Khalifah Ali bin Abi
Thalib.
14. Ahlussunnah: khamer / arak tidak suci.
Syiah: khamer / arak suci.
15. Ahlussunnah: Air yang telah dipakai istinja '(cebok) dianggap tidak suci.
Syiah: Air yang telah dipakai istinja '(cebok) dianggap suci dan
mensucikan.
16. Ahlussunnah: Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan
kiri hukumnya sunnah.
Syiah: Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri
membatalkan shalat.
(Jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-
orang Syiah dihukum tidak sah / batal, sebab meletakkan tangan kanan
diatas tangan kiri).
17. Ahlussunnah: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat
adalah sunnah.
Syiah: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap
tidak sah / batal shalatnya.
(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena
mengucapkan Amin dalam shalatnya).

Ritual Assyura Versi Syi'ah!

 
AYOO ... SEBARKAN !!! .. Ritual Assyura Versi Syi'ah !
" INILAH RITUAL-RITUAL AGAMA DUNGU BIN JAHIL : SYI'AH ! "
Ritual Hari ASSYURA : " Melukai ~ Menganiaya Diri Sendiri "
Ajaran Sesat-KAFIR : " SYI'AH LAKNATTULLAH ALAIHI "
Kenapa mereka berbuat TOLOL seperti itu ...???
Menurut "Ajaran Dusta" Versi Mereka :

" Semua ritual ini di Lakukan untuk Mengenang Hari Kesedihan atas tewasnya Cucu Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam, yaitu Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhu di padang Karbala - Irak ."

Namun Adakah Ajaran dari Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam untuk melakukan Ritual-ritual 'Meratap' atas dasar Kesedihan yang Mendalam .. seperti itu ?

Adakah Rasulullah Shallalahu alaihi wa sallam Membolehkan / membenarkan perbuatan Jahil seperti itu ?

~ Mari Belajar (Tholabul Ilmi') Agama Islam Yang HAQ ~
-----------------------------------

INILAH AJARAN ISLAM YANG SESUNGGUHNYA :
LARANGAN MERATAPI ORANG MENINGGAL.

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam melaknat orang yang suka melakukan ratapan berlebihan kepada mayit (kepada orang yang sudah meninggal).


َنْ أَبِى مَالِكٍ الأَشْعَرِى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : النِّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْ تِهَا، تُقَامُ يَوْمَ القِيَا مَةِ، وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانِ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

“Dari Abu Malik Al-Asy’ary Radahiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, Apabila wanita yang meratap tangis tidak bertaubat sebelum dia meninggal, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, dan ditubuhnya dikenakah jubah yang penuh ‘ter dan zirah’ yang penuh penyakit kudis”

--. ( Hadits shahih, ditakhrij Muslim 6/235, Ahmad 5/334, dari hadits Abu Malik, Ibnu Majah, hadits nomor 1582 dari hadits Ibnu Abbas)

Dari Abu Umamah Radhiallahu’anhu meriwayatkan :

“Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melaknat wanita yang mencakar mukanya, merobek-robek bajunya, serta yang berteriak dan berkata : ‘celaka dan binasalah aku”

--. (HR Ibnu Majah : 1/505, Shahihul Jami’ : 5068)

Dan dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, yang merobek-robek pakaian dan yang menyeru dengan seruan jahiliyah”

--. (HR Al Bukhari, Fathul Bari : 3/163).

“Telah datang seorang perempuan kepada Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, kemudian ia berkata: sesungguhnya anak perempuanku ditinggal mati oleh suaminya dan matanya menjadi bengkak (karena menangis), apakah boleh saya suruh dia memakai celak? Maka jawab Rasulullah: Tidak! Dua kali atau tiga kali, tiap kali ditanya selalu menjawab "tidak.”

--. (Riwayat Bukhari dari Ummu Habibah)

Dari al-Mughirah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang ditangisi diiringi dengan ratapan, maka ia akan disiksa menurut kata-kata yang diucapkan dalam ratapan itu',"

--. (HR Bukhari [1291] dan Muslim [933]).


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ أَخَذَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ الْبَيْعَةِ أَنْ لَا نَنُوحَ فَمَا وَفَتْ مِنَّا امْرَأَةٌ غَيْرَ خَمْسِ نِسْوَةٍ أُمِّ سُلَيْمٍ وَأُمِّ الْعَلَاءِ وَابْنَةِ أَبِي سَبْرَةَ امْرَأَةِ مُعَاذٍ وَامْرَأَتَيْنِ أَوْ ابْنَةِ أَبِي سَبْرَةَ وَامْرَأَةِ مُعَاذٍ وَامْرَأَةٍ أُخْرَى

Nabi Shallallahu'alaihiwasallam mengambil sumpah setia dari kami ketika kami berbai'at yaitu kami dilarang meratap.

--. [HR. Bukhari No.1223].

Dari Ummu 'Athiyyah Radhiyallahu ‘anhu. ia berkata, "Ketika bai'at, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam meminta kami agar tidak meratapi mayit,"

--. (HR Bukhari (1306) dan Muslim (936).

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. bersabda, 'Dua perkara yang dapat membuat manusia Kufur: mencela keturunan dan meratapi mayit',"

--. (HR Muslim [67]).

Dari Abu Malik al-Asy'ari Radhiyallahu ‘anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Empat perkara yang terdapat pada ummat-ku yang termasuk perbuatan Jahiliyyah, yang tidak mereka tinggalkan, (1) Membanggakan kebesaran leluhur.
(2) Mencela keturunan.
(3) Menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang.
(4) Meratapi mayit."
Lalu beliau bersabda, "Wanita yang meratapi orang mati, apabila tidak bertaubat sebelum meninggal, akan dibangkitkan pada hari Kiamat dan dikenakan kepadanya pakaian yang berlumuran dengan cairan tembaga serta mantel yang bercampur dengan penyakit gatal,"

--. (HR Muslim [934]).

--------------------------------

Wahai kaum Muslimin,..
demikian sekumpulan Fatwa dari Dalil yang menjadi Hujjah bagi kita , Agar tidak meratapi Mayit / meninggalnya seseorang, siapapun dia, termasuk pada Baginda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam sendiri.

Maratapi sambil menangis meraung-raung / berteriak-teriak saja, atau sambil menampar pipi , merobek-robek baju , Itu perbuatan yang jelas di Larang !

Apalagi jika perbuatan seperti Kaum SYI'AH ....!!!
Mereka jelas sudah Berlebih-lebihan dalam Jahiliyah, meratap sambil melukai tubuh hingga bermandikan Darah ...!!! Sungguh Terlaknat ! .. Maka Jelas .. Syi'ah itu bukan Islam !!!

Padahal .. dalam Ajaran Islam, Kaum muslimin di perintahkan untuk bersabar atas segala Musibah yang menimpa diri kita. dan berusaha agar tidak melakukan hal-hal tercela seperti yang telah di sebutkan di atas.
Demikianlah , Allah dan RasulNya menyuruh kita agar bersabar, dan mencari keridhaan Allah, tidak guncang dan tidak marah. Sesuai FirmanNya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ وَلَا تَقُولُوا لِمَن يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : ‘Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un”

--. [QS.Al-Baqarah : 153-156]

InsyaAllah , Semoga Bermanfaat.

~ALLAHUL MUSTA'AN~
('Hanya kepada ALLAH saja tempat kita minta Pertolongan')

KONSPIRASI PENGKHIANATAN SYI'AH !!!




"Kisah di Balik Tragedi Karbala dan Terbunuhnya Husain"
-----------------------------------

Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, atau yang dikenal sebagai Husain Radhiyallahu ‘anhu, adalah cucu Rosululloh Shallalahu alaihi wa sallam, buah hati dan kecintaannya di dunia. Ia adalah saudara Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, penghulu pemuda penduduk surga. Kedudukan tinggi tersebut tidak ia peroleh, kecuali ia lakoni dengan ujian dan cobaan, dan sungguh Husain Radhiyallahu ‘anhu telah berhasil melewati ujian tersebut secara penuh dengan kesabaran dan keteguhan (tsabat) yang sempurna hingga menemui Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Rosululloh Shallalahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya ini adalah malaikat yang belum pernah turun ke bumi sebelum ini, ia meminta izin kepada Robbnya untuk mengucapkan salam kepadaku dan menyampaikan kabar gembira bahwa Fathimah adalah penghulu kaum wanita penghuni surga dan bahwasanya Hasan serta Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga.”

--. (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).

Husain Radhiyallahu ‘anhu dan Kronologis Syahidnya

Setelah kekhilafahan dilimpahkan kaum Muslimin kepada Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu, kemudian ia turun (lengser) darinya untuk diberikan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu untuk memelihara darah kaum Muslimin, dengan syarat selanjutnya Mu’awiyah sendiri yang akan menyerahkan kembali kekhilafahan kepada Hasan Radhiyallahu ‘anhu. Akan tetapi Hasan meninggal dunia sebelum Mu’awiyah meninggal. Maka ketika itu Mu’awiyah memberikan kekhilafahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah meninggal, maka Yazid memegang perintah, dan Husain enggan memba’iatnya, lalu ia keluar dari Madinah menuju ke Mekkah dan menetap di sana.

Kemudian golongan pendukung ayahnya dari Syi’ah Kufah mengirim surat kepada Husain agar ia keluar bergabung menemui mereka. Mereka menjanjikan akan menolongnya jika ia telah bergabung. Maka Husain tertipu dengan janji mereka, dan mengira bahwa mereka akan merealisasikannya untuk memperbaiki kebijakan yang buruk dan untuk meluruskan penyelisihan yang diawali pada kekhilafahan Yazid bin Mu’awiyah.

Perbuatan Husain Radhiyallahu ‘anhu untuk bergabung dengan penduduk Kufah sendiri dinilai salah oleh para penasehatnya. Di antara mereka adalah Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, ‘Abdulloh bin Ja’far Radhiyallahu ‘anhum dan lainnya. Bahkan ‘Abdulloh bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu terus mendesak kepada Husain agar tetap tinggal di Mekkah dan tidak keluar. Namun dengan dilandasi baik sangka, Husain menyelisihi permusyawarahan mereka dan keluar, lalu Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Aku menitipkanmu kepada Alloh dari pembunuhan!”.

Begitu Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar, ia menemui Farozdaq di jalan yang berkata kepadanya, “Berhati-hatilah engkau, mereka bersamamu namun pedang-pedang mereka bersama Bani Umayyah. Mereka adalah Syi’ah yang mengirim surat kepadamu, dan mereka menginginkanmu untuk keluar (ke tempat mereka), tetapi hati-hati mereka tidak bersamamu. Secara hakiki mereka mencintaimu, akan tetapi pedang-pedang mereka terhunus bersama Bani Umayyah!”

Akhirnya, sangat jelas sekali tampaklah pengkhianatan Syi’ah ahli Kufah, walau mereka sendiri yang mengharapkan kedatangan Husain Radhiyallahu ‘anhu. Maka wakil penguasa Bani Umayyah, ‘Ubaidillah bin Ziyad yang mengetahui sepak terjang Muslim bin ‘Aqil yang telah membai’at Husain, segera mendatangi Muslim dan langsung membunuhnya sekaligus tuan rumah yang menjamunya, Hani bin Urwah al-Muradi. Dan kaum Syi’ah Kufah hanya diam seribu bahasa melihat pembantaian dan tidak memberikan bantuan apa-apa, bahkan mereka mengingkari janji mereka terhadap Husain Radhiyallahu ‘anhu. Hal itu mereka lakukan karena ‘Ubaidillah bin Ziyad telah memberikan segepok uang kepada mereka.

Maka ketika Husain Radhiyallahu ‘anhu keluar bersama keluarga dan pengikutnya, berangkat pula Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan, maka terbunuhlah Husain Radhiyallahu ‘anhu dan terbunuh pula semua sahabat yang mendampinginya secara terzhalimi dan dapat dianggap sebagai pembantaian sadis. Kepala mulianya terpotong, lalu diambil oleh para wanita dan anak-anak yang berada di antara pasukan dan diberikan paksa kepada Yazid di Damaskus. Ketika melihat kepala Husain dibawa ke hadapannya saat itu, Yazid pun sedih dan menangis. Kemudian para wanita dan anak-anak dikembalikan ke kota, sedangkan anak laki-laki ikut terbunuh, sehingga tidak tersisa dari anak-anak (Husain) kecuali ‘Ali Zainul Abidin yang ketika itu masih kecil.

Kemanakah Syi’ah Kufah Pendusta dan Pengkhianat?

Sejak pertama, Syi’ah Kufah sudah takut berperang dan telah “siap” menjual kehormatan mereka dengan harta. Mereka merencanakan pengkhianatan untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan semata, walaupun hal itu harus dibayar dengan menyerahkan salah seorang tokoh Ahlul Bait, Husain Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak memberikan pertolongan kepada Muslim bin ‘Aqil, dan ternyata tidak pula ikut berperang membantu Husain Radhiyallahu ‘anhu.

Dalam tragedi mengenaskan ini, di antara Ahlul Bait lainnya yang gugur bersama Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah putera ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu lainnya, yaitu Abu Bakar bin ‘Ali, ‘Umar bin ‘Ali, dan ‘Utsman bin ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu. Juga putera Hasan sendiri, Abu Bakar bin Hasan Radhiyallahu ‘anhu. Namun anehnya, ketika kita mendengar kaset-kaset, ataupun membaca buku-buku Syi’ah yang menceritakan kisah pembunuhan Husain Radhiyallahu ‘anhu, keempat Ahlul Bait tersebut tidak pernah diungkit. Lantas, apa tujuannya ?

Tentu saja, agar para pengikut Syi’ah tidak memberi nama anak-anak mereka dengan tiga nama sahabat Rasululloh Shallalahualaihi wa sallam yang paling dibenci orang-orang Syi’ah, bahkan yang dilaknat oleh mereka setiap harinya.

Melihat kebusukan perangai dan pengkhinatan Syi’ah, Husain Radhiyallahu ‘anhu dalam doanya yang sangat terkenal sebelum wafat atas mereka adalah “Ya Alloh, apabila Engkau memberi mereka kenikmatan, maka cerai-beraikanlah mereka, jadikanlah mereka menempuh jalan yang berbeda-beda, dan janganlah restui para pemimpin mereka selamanya, karena mereka telah mengundang kami untuk menolong kami, namun ternyata malah memusuhi kami dan membunuh kami!”.

Konspirasi dibalik Terbunuhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu
Di balik tragedi Karbala, yaitu terbunuhnya Husain Radhiyallahu ‘anhu dan banyak Ahlul Bait lainnya serta rombongan yang menyertainya, ada rahasia besar yang harus diketahui, yaitu:

1. Ternyata yang membunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu adalah ‘Ubaidillah bin Ziyad yang berkolaborasi dengan Syi’ah Husain.
Fakta ini bahkan diakui oleh sejarawan Syi’ah sendiri, Mulla Baqir al-Majlisi, Qadhi Nurullah Syustri dan lainnya, tentunya selain fakta sejarah yang jelas dan mengedepankan nilai ilmiah yang selama ini telah banyak beredar.

Mereka adalah para pengkhianat, musuh-musuh semua kaum Muslimin, bukan hanya bagi Ahlus Sunnah saja.

2. Kecintaan Syi’ah terhadap Ahlul Bait hanyalah isapan jempol dan kebohongan yang dipropagandakan.
Bahkan yang Syi’ah da’wahkan tiada lain merupakan upaya untuk menghidupkan kembali pemikiran-pemikiran Majusi Saba’iyah (pengikut Abdulloh bin Saba’).

3. Keadaan Syi’ah yang selalu diburu dan dihukum oleh kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang masa dalam sejarah membuktikan dikabulkannya doa Husain Radhiyallahu ‘anhu di medan Karbala akan adzab Syi’ah.

4. Upacara dan ritual Asyura’-an, seperti menyiksa badan dengan cara memukul-mukul tubuh dengan rantai, pisau dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang dilakukan oleh Syi’ah sehingga mengalirkan darah, juga merupakan bukti diterimanya doa Husain Radhiyallahu ‘anhu, bahkan mereka terhina dengan tangan mereka sendiri.

Dari upaya menelusuri tragedi terbunuhnya Husain Rahimahullah dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Syi’ah bukanlah Ahlul Bait, dan Ahlul Bait berlepas diri dari Syi’ah, diantara keduanya terdapat perbedaan yang sangat jauh, bagaikan timur dan barat, bahkan lebih jauh lagi.

2. Barangsiapa yang mengaku-ngaku mencintai dan mengikuti jejak Ahlul Bait, namun ternyata mereka berlepas diri dari orang-orang yang dicintai Ahlul Bait tersebut, maka sebenarnya itu hanyalah klaim kedustaan dan propaganda kesesatan.
Mereka itulah Kaum Syi'ah !

Benarkah Kaum Syiah Mencintai Ahlul Bait?



Oleh, Ustadz Dzulqarnain M. Sanusi

Kaum Syi’ah menyangka bahwa mereka berloyalitas kepada Ahli Bait (keluarga) Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan mencintai Ahlul Bait. Mereka juga menyangka bahwa madzhab mereka diambil dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Ahlul Bait dan dibangun di atas pendapat-pendapat dan riwayat-riwayat dari Ahlul Bait. Karena alasan kecintaan kepada Ahlul Bait, kaum Syi’ah mengafirkan para shahabat yang dianggap menzhalimi dan melanggar kehormatan Ahlul Bait. Inilah keyakinan yang tertanam pada akal-akal kaum Syi’ah.

Benarkah kaum Syi’ah mencintai Ahlul Bait?
Mari kita melihat bagaimana sebenarnya kecintaan kaum Syi’ah kepada Ahlul Bait dan bagaimana sikap Ahlul Bait itu sendiri terhadap kaum Syi’ah.
Definisi Ahlul Bait
Kaum Syi’ah Rafidhah bersepakat untuk membatasi Ahlul Bait Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam hanya pada Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu ‘anhû, Fathimahradhiyallâhu‘anhâ, Al-Hasan radhiyallâhu‘anhumâ, dan Al-Husain radhiyallâhu‘anhumâ. Kemudian, mereka memasukkan sembilan orang imam dari keturunan Al-Husain radhiyallâhu anhû dalam hal tersebut: (1) Ali Zainul ‘Âbidin, (2) Muhammad Al-Bâqir, (3) Ja’far Ash-Shâdiq, (4) Musa Al-Kâzhim, (5) Ali Ar-Ridhâ, (6) Muhammad Al-Jawwâd, (7) Ali Al-Hâdy, (8) Al-Hasan Al-‘Askar, dan Imam Mahdi mereka, (9) Muhammad Al-‘Askar. [Al-Anwâr An-Nu’mâniyah 1/133, Bihâr Al-Anwâr35/333, dan selainnya. Bacalah Al-‘Aqidah Fî Ahlil Bait Bain Al-Ifrâd Wa At-Tafrîdkarya Sulaimân As-Suhaimy hal. 352-356 dan Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait hal. 13-20 karya Ihsân Ilâhî Zhahîr]
Hakikat definisi kaum Syi’ah tentang Ahlul Bait di atas adalah celaan terhadap Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, dan Al-Husainradhiyallâhu‘anhum.
Mereka meriwayatkan dari Abu Ja’far Muhammad Al-Bâqir bahwa beliau berkata, “Manusia menjadi murtad setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa âlihi, kecuali tiga orang.” Saya (perawi) bertanya, “Siapakan tiga orang itu?” Beliau menjawab, “Al-Miqdad, Abu Dzarr, dan Salman Al-Fârisy ….” [Raudhah Al-Kâfy 8/198]
Juga datang sebagian riwayat mereka tentang pengecualian untuk tujuh orang, yang Al-Hasan dan Al-Husain tidak tersebut dalam pengecualian itu.
Mereka meriwayatkan dari Amirul Mukmin Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu‘anhûbahwa beliau berkata kepada Qunbur, “Wahai Qunbur, bergembiralah dan berilah kabar gembira serta selalulah merasa gembira. Sungguh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa alihi meninggal dan beliau murka terhadap umatnya, kecuali Syi’ah.” [Al-Amâly hal. 726 karya Ash-Shadûq]
Kaum Syi’ah juga tidak mengakui putri Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallamsebagai Ahlul Bait beliau, kecuali Fathimah saja. Mereka berkata, “Ahli tarikh menyebut bahwa Nabi (sha) memiliki empat putri. Berdasarkan urutan kelahirannya, mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah. Namun, menurut penelitian cermat tentang nash-nash tarikh, kami tidak menemukan dalil yang menunjukkan (keberadaan) anak (untuk beliau), kecuali Az-Zahrâ` (‘ain), Bahkan, yang tampak adalah bahwa anak-anak perempuan yang lain adalah anak-anak Khadijah dari suaminya yang pertama sebelum Nabi Muhammad (sha) ….” [Dâ`irah Al-Ma’ârif Al-Islâmiyah Asy-Syi’iyyah 1/27 karya Muhsin Al-Amin]
Demikianlah kedunguan kaum Syi’ah dalam menentang Allah Ta’âlâ, padahal Allah menyebut anak-anak perempuan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan konteks jamak yang menunjukkan jumlah lebih dari tiga sebagaimana dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin bahwa hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ….” [Al-Ahzâb: 59]
Kaum Syi’ah juga tidak memasukkan istri-istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallamdalam lingkup Ahlul Bait, padahal ayat tentang keutamaan Ahlul Bait asalnya ada dalam konteks penyebutan istri-istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Perhatikanlah firman-Nya,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا. وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌلرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا. وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ وَالْحِكْمَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ لَطِيفًا خَبِيرًا
“Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan lain jika kalian bertakwa. Maka, janganlah kalian lembut dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Hendaklah kalian tetap berada di rumah-rumah kalian, janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu, serta dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa-apa yang dibacakan di rumah kalian berupa ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” [Al-Ahzâb: 32-34]
Kebencian kaum Syi’ah terhadap para istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallamsangatlah besar, terkhusus terhadap Aisyah dan Hafshah radhiyallâhu‘anhmâ, sehingga salah seorang pembesar mereka dari Hauzah, Sayyid Ali Gharwy, berkata, “Sesungguhnya, sebagian kemaluan Nabi harus masuk ke dalam neraka karena beliau telah menggauli sebagian perempuan musyrik.” [Disebutkan dalam Kasyful Asrâr hal. 21 karya Husain Al-Musawy]
Mereka juga tidak memasukkan anak-anak Ali bin Abi Thalib –kecuali Al-Hasan dan Al-Husain radhiyallâhu‘anhumâ – ke dalam golongan Ahlul Bait, padahal Ali memilliki beberapa anak selain Al-Hasan dan Al-Husain, yaitu Muhammad bin Al-Hanafiyyah, Abu Bakr, Umar, Utsman, Al-‘Abbâs, Ja’far, Abdullah, ‘Ubaidullah, dan Yahya. [Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait hal. 20 karya Ihsân Ilâhî Zhahîr]
Kaum Syi’ah juga tidak menganggap anak-anak Al-Hasan sebagai Ahlul Bait sebagaimana mereka juga tidak menganggap anak-anak Al-Husain sebagai Ahlul Bait, kecuali Ali Zainul ‘Abidin. Padahal, Al-Husain memiliki anak yang bernama Abdullah dan Ali (lebih tua daripada Ali Zainul ‘Abidin) yang keduanya ikut mati syahid bersama Al-Husain di Karbalâ`. [Huqbah Min At-Târikh hal. 242 karya Utsman Al-Khumayyis]
Sebagaimana pula, mereka juga tidak menganggap Bani Hasyim sebagai Ahlul Bait, padahal Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memasukkan mereka ke dalam lingkup Ahlul Bait sebagaimana dalam kisah Abdul Muthlib bin Rabî’ah bin Harits bin Abdul Muthlib dan Al-Fadhl bin ‘Abbâs bin ‘Abdul Muthlib, yang meminta untuk dipekerjakan terhadap harta sedekah agar keduanya memperoleh upah untuk menikah maka Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada keduanya,
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَا تَنْبَغِي لِآلِ مُحَمَّدٍ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ
“Sesungguhnya sedekah tidaklah pantas bagi keluarga Muhammad. Hal tersebut hanyalah kotoran-kotoran manusia.” [Diriwayatkan oleh Muslim]
Bahkan, kaum Syi’ah menyebut bahwa Ali bin Abi Thalib berdoa, “Ya Allah, laknatlah dua anak Fulan -yaitu Abdullah dan ‘Ubaidullah, dua anak Al-‘Abbâs, sebagaimana dalam catatan kaki-. Butakanlah mata keduanya sebagaimana engkau telah membutakan kedua hati mereka ….” [Rijâl Al-Kisysyi hal 52]
Juga sebagaimana mereka menghinakan ‘Âqil dan Al-‘Abbâs dalam sejumlah riwayat mereka.
Beberapa Penghinaan kaum Syi’ah terhadap Ahlul Bait[1]
Tidak pernah suatu hari pun kaum Syi’ah mencintai dan menaati Ahlul Bait. Bahkan, buku-buku mereka telah menetapkan penyelisihan dan penentangan mereka terhadap Ahlul Bait.
Perhatikanlah kelancangan mereka terhadap Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallamdalam riwayat mereka, bahwa Ali memperbandingkan antara dirinya dan diri Nabishallallâhu ‘alaihi wa sallam. Ali berkata, “Aku adalah pembagi Allah antara Surga dan Neraka. Aku adalah pembeda terbesar. Aku adalah pemilik tongkat dan misam. Sungguh seluruh malaikat dan rasul telah mengakui untukku apa yang mereka diakui untuk Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa âlihi. Sungguh aku telah dibebani seperti beban Ar-Rabb. Sungguh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi akan dipanggil kemudian diberi pakaian, Aku juga dipanggil kemudian diberi pakaian. Beliau diminta berbicara dan Aku juga diminta berbicara. Hingga di sini, Kami adalah sama. Adapun Aku, sungguh Aku telah diberi beberapa sifat yang tidak pernah diberikan kepada siapapun sebelumku. Aku mengetahui angan-angan, bencana-bencana, nasab-nasab, fashlul khithab. Tidaklah luput sesuatu yang telah mendahuluiku, dan tidaklah pergi sesuatu yang telah berlalu dariku.” [Ushûl Al-Kâfy, kitab Al-Hujjah 1/196-197]
Nash di atas bukanlah hal aneh dalam buku-buku kaum Syi’ah, bahkan buku-buku mereka berisi pengutamaan Ahlul Bait terhadap para nabi dan para malaikat.
Mereka juga menyebutkan riwayat tentang peremehan terhadap putra Nabishallallâhu ‘alaihi wa sallam, Ibrahim. Simpulannya adalah bahwa Jibril mendatangi Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang menimang-nimang anaknya, Ibrahim, dan cucunya, Al-Husain. Jibril pun berkata, “Allah telah mengutusku dan memberi salam kepadamu dan berfirman bahwa dua anak ini tidak berkumpul dalam satu waktu maka pilihlah salah satu di antara keduanya dan korbankanlah yang lainnya.” Kemudian Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam memandangi Ibrahim dan menangis, lalu beliau melihat kepada penghulu para syahid (Al-Husain) dan menangis. Beliau pun berkata, “Sesungguhnya Ibrahim, ibunya hanyalah seorang budak. Kalau dia meninggal, tak seorang pun yang bersedih terhadapnya, kecuali Aku. Adapun Al-Husain, ibunya adalah Fathimah dan ayahnya adalah Ali, sedang (Ali) adalah anak pamanku dan seperti kedudukan ruhku, serta dia adalah darah dan dagingku. Kalau (Al-Husain) meninggal, (Ali) akan bersedih dan Fathimah akan bersedih.” Kemudian beliau berbicara kepada Jibril, “Wahai Jibril, Aku mengorbankan Ibrahim untuk Al-Husain, dan Aku meridhai kematiannya agar Al-Husain dan Yahya tetap hidup.” [Hayâh Al-Qulûb 1/593 karya Al-Majlisy]
Bahkan, terhadap Ali bin Abi Thalib sendiri, mereka menyebutkan kelemahan, ketakutan, dan kehinaan Ali saat Abu Bakr diangkat menjadi khalifah [kitab Salîm bin Qais hal 84, 89]. Ketika kaum Syi’ah menyikapi putri Ali, Ummu Kultsum, yang dinikahi oleh Umar, mereka menyebutkan riwayat dari Abu Abdillah Ja’far Ash-Shâdiq bahwa Ja’far berkata, “Itu adalah kemaluan yang telah Kami rampok.” [Furû’ Al-Kâfy 2/141 karya Al-Kulîny]. Dalam riwayat lain disebutkan, “Ali tidak ingin menikahkan putrinya, Ummu Kultsum, dengan Umar, tetapi (Ali) takut terhadap (Umar) sehingga (Ali) mewakilkan kepada pamannya, ‘Abbâs, untuk menikahkan (Umar).” [Hadîqah Asy-Syî’ah hal. 277 karya Muqaddas Al-Ardabîly]
Syaikh Ihsân Ilâhî Zhahîr juga menyebutkan penghinaan kaum Syi’ah terhadap Fatimah, Al-Hasan, Al-Husain, dan keturunannya hingga imam kesepuluh mereka. Makalah ini tidak cukup memuat seluruh hal tersebut.
Sikap Ahlul Bait terhadap Kaum Syi’ah[2]
Dalam buku-buku kaum Syi’ah, mereka menyebutkan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu‘anhû berkata, “Andaikata aku membedakan Syi’ahku, tidaklah Aku akan mendapati mereka, kecuali sifat yang jelas. Andaikata menguji mereka, tidaklah Aku mendapati mereka, kecuali bahwa mereka telah murtad. Andaikata menyaring mereka di antara seribu orang, tidak akan ada seorang pun yang selamat.” [Raudhah Al-Kâfy 8/338]
Mereka juga menyebutkan ucapan Ali bin Abi Thalib terhadap kaum Syi’ah tatkala mereka berkhianat terhadap beliau. Ali radhiyallâhu‘anhû berkata kepada kaum Syi’ah, “Wahai orang-orang yang mirip lelaki, tetapi bukan lelaki, orang-orang yang berakal anak-anak kecil, dan akal-akal para perempuan bergelang kaki, Aku sangatlah berharap agar tidak melihat kalian dan tidak mengenal kalian dengan pengenalan bergetir penyesalan, demi Allah, dan bertabrak celaan. Semoga Allah memerangi kalian. Sungguh kalian telah memenuhi hatiku dengan nanah, mengumpat dadaku dengan kemarahan, menegukkan tegukan kebusukan yang menyesakkan nafas-nafas kami, dan kalian telah merusak ideku dengan penentangan dan penggembosan sehingga orang-orang Quraisy berkata, ‘Sesungguhnya Ibnu Abi Thalib adalah seorang pemberani, tetapi tidak berilmu tentang peperangan dan tidak memiliki pendapat terhadap orang yang tidak ditaati.’.” [Nahj Al-Balâghah 70-71]
Al-Husain bin Ali radhiyallâhu‘anhumâ juga mendoakan kejelekan terhadap kaum Syi’ah sebagaimana yang mereka sebutkan bahwa beliau berdoa, “Ya Allah, kalau Engkau memberi mereka tenggat waktu, cerai-beraikanlah mereka berkelompok-kelompok, jadikanlah mereka bergolongan-golongan yang beraneka ragam, dan janganlah Engkau menjadikan para pemerintah meridhai mereka selama-lamanya. Sesungguhnya mereka telah memanggil kami untuk menolong kami, tetapi mereka melampaui batas lalu memerangi kami.” [Al-Irsyâd hal. 241 karya Al-Mufîd]
Al-Hasan bin Ali radhiyallâhu‘anhumâ berkata sebagaimana dalam riwayat mereka, “Demi Allah, aku melihat Mu’âwiyah lebih baik bagiku daripada mereka. Mereka menyangka bahwa mereka adalah Syi’ahku, (tetapi) mereka ingin membunuhku dan mengambil hartaku. Demi Allah, andaikata dari Mu’âwiyah aku mengambil sesuatu yang menjaga darahku dan aku melindungi keluargaku, hal itu lebih baik daripada mereka membunuhku sehingga keluargaku akan terlantar. Demi Allah, andaikata aku memerangi Mu’âwiyah, pastilah mereka mengambil leherku hingga mereka menyerahkanku kepada (Mu’âwiyah) dengan selamat. Demi Allah, andaikata aku berdamai dengan (Mu’awiyah) dan berada dalam keadaan mulia, hal itu lebih baik daripada dia membunuhku sebagai tawanan.” [Al-Ihtijâj 2/10]
Ali bin Al-Husain Zainul Abidin berkata, “Bukankah kalian mengetahui bahwa kalian menulis kepada ayahku, tetapi kalian memperdaya beliau serta memberi janji dan persetujuan dari diri-diri kalian, kemudian kalian memerangi dan menelantarkan beliau. Dengan mata apa kalian memandang kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi ketika beliau berkata, ‘Kalian telah membunuh keluargaku dan melanggar kehormatanku. Kalian bukanlah bagian dari umatku.” [Al-Ihtijâj 2/32]
Beliau juga berkata, “Sesungguhnya mereka menangisi kami, tetapi siapa yang membunuh kami kalau bukan mereka?” [Al-Ihtijâj 2/29]
Muhammad bin Ali Al-Bâqir berkata, “Andaikata seluruh manusia adalah Syi’ah kami, pastilah tiga perempatnya adalah orang yang ragu terhadap kami, sedang seperempatnya adalah orang dungu.” [Rijâl Al-Kisysyi hal. 79]
Ja’far bin Muhammad Ash-Shâdiq berkata, “Demi Allah, ketahuila. Andaikata aku menemukan tiga orang mukmin di antara kalian yang (mampu) menyembunyikan pembicaraanku, tentu aku tidaklah halal menyembunyikan pembicaraan terhadap mereka.” [Ushûlul Kâfy 1/496]
Banyak lagi riwayat dari Ahlul Bait yang mengandung celaan dan penjelasan mereka tentang kaum Syi’ah yang mengaku mencintai Ahlul Bait.
Pengkhianatan Kaum Syi’ah terhadap Ahlul Bait tentang Sikap kepada Para Shahabat
Dalam Irsyâd Al-Ghâby Ilâ Madzhab Ahlil Bait Fî Shahbin Naby, Imam Asy-Syaukany menyebutkan dua belas jalur kesepakatan para Imam Ahlul Bait dari berbagai masa tentang sikap mereka yang sesungguhnya terhadap para shahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Dalam riwayat-riwayat mereka sendiri, terdapat penyebutan ucapan-ucapan Ahlul Bait yang memuji dan memiliki hubungan baik dengan seluruh para shahabat, termasuk Abu Bakr, Umar, Utsman, dan selainnya.
Nash-nash dalam buku-buku Syi’ah tentang hal tersebut disebutkan dalam kitabAsy-Syî’ah Wa Ahlul Bait karya Syaikh Ihsân Ilâhî Zhahîr rahimahullâh.
Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu‘anhû sendiri memuji para shahabat dalam ucapan beliau, “Sungguh aku telah melihat para shahabat Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa âlihi. Aku tidak melihat seorang pun di antara kalian yang menyerupai mereka! Sungguh pada waktu pagi mereka kusut lagi berdebut, pada waktu malam mereka bersujud dan melakukan qiyâm. Mereka beristirahat antara dahi-dahi dan pipi-pipi mereka, dan berhenti seperti bara-bara api ketika mengingat hari kebangkitan, seakan-akan antara mata-mata mereka seperti bekasan kambing karena sujud mereka yang panjang. Apabila Allah disebut, berlinanglah mata-mata mereka sehingga membasahi dada-dada mereka, bergoyang seperti pepohonan bergoyang pada hari saat angin kencang, karena takut terhadap siksaan dan harapan akan pahala.” [Nahj Al-Balâghah hal. 143]
Selain itu, telah berlalu penyebutan beberapa anak dari Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan, dan Al-Husain radhiyallâhu‘anhum yang bernama Abu Bakr, Umar, dan Utsman. Hal ini menunjukkan kedekatan antara Ahlul Bait dan Khulafa` Ar-Rasyidin, yang berbeda dengan Syi’ah yang mengafirkan para shahabat, khususnya tiga Khulafa` Ar-Rasyidin.
Pembunuhan Al-Husain[3]
Di antara kamus pengkhianatan kaum Syi’ah adalah pembunuhan mereka terhadap Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallâhu‘anhumâ. Berikut kisah tersebut secara ringkas.
Pada tahun 60 H, Yazîd bin Mu’âwiyah dibaiat sebagai khalifah, padahal umur beliau masih 34 tahun. Al-Husain dan Abdullah bin Az-Zubair tidak berbaiat kepada Yazîd bin Mu’âwiyah, padahal beliau berdua berada di Madinah. Kemudian keduanya keluar dari Madinah menuju Makkah tanpa berbaiat. Kejadian tersebut terdengar oleh penduduk Kufah yang notabene merupakan orang-orang yang mengaku loyal kepada Ali bin Abi Thalib dan anak-anaknya. Mereka pun mengirim berbagai surat kepada Al-Husain yang menyatakan, “Kami telah membaiatmu, kami tidak menginginkan, kecuali engkau. Di leher kami tiada baiat untuk Yazîd, tetapi baiat hanya untukmu.” Semakin banyak surat yang sampai kepada Al-Husain hingga lebih dari lima ratus surat. Semua surat itu berasal dari penduduk Kûfah.
Menanggapi hal tersebut, Al-Husain radhiyallâhu‘anhumâ mengirim anak pamannya, Muslim bin ‘Aqîl bin Abi Thalib, untuk mengetahui hakikat perkara. Begitu tiba di Kûfah, Muslim pun segera bertanya-tanya ke sana-sini sehingga Muslim mengetahui bahwa manusia tidak menginginkan Yazîd, tetapi menginginkan Al-Husain. Ketika Muslim berlabuh di rumah Hâni` bin ‘Urwah, manusia pun berbondong-bondong mendatangi rumah Hâni` dan membaiat Muslim di atas baiat kepada Al-Husain. Kemudian Muslim mengirim pesan kepada Al-Husain agar Al-Husain segera datang ke Kûfah.
Hal tersebut terdengar oleh Yazid, yang kemudian mengutus ‘Ubaidullah bin Ziyâd sebagai gubernur Kufah untuk menanggapi kejadian tersebut. Setelah memastikan dan menyelidiki kepastian berita, segeralah Ubaidullah menahan Hâni` bin ‘Urwah. Mendengar Hâni` bin ‘Urwah tertahan, Muslim keluar dengan membawa empat ribu orang penduduk Kûfah yang telah membaiat Al-Husain.
Hanya dalam hitungan beberapa saat, tidaklah tersisa di antara empat ribu, kecuali tiga puluh orang, setelah ‘Ubaidullah memberi janji-janji pemberian untuk sebagian orang terpandang agar membuat penduduk Kûfah takut terhadap tentara Syam, yang berada pada pihak Yazîd bin Mu’âwiyah. Setelah matahari terbenam, tidak tersisa seorang pun, kecuali Muslim bin ‘Aqîl seorang diri.
‘Ubaidullah bin Ziyâd kemudian menawan dan membunuh Muslim pada hari ‘Arafah. Namun, sebelumnya, Muslim telah mengirim wasiat kepada Al-Husain, menceritakan peristiwa tersebut agar Al-Husain kembali dan tidak tertipu oleh penduduk Kûfah.
Al-Husain, yang telah berangkat ke Kûfah semenjak hari Tarwiyah, menerima pesan dari Muslim bin Aqîl dan telah berniat kembali ke Makkah. Namun, sebagian anak Muslim yang ikut bersama rombongan memberi saran agar rombongan tetap berangkat supaya dia bisa menuntut darah ayahnya.
Akhirnya, Al-Husain tetap berangkat menuju Iraq hingga tiba di Karbalâ`, dan beliau terbunuh sebagai syahid di tempat tersebut berserta tujuh belas orang Ahlul Bait dari anak-anak Al-Husain, Al-Hasan, ‘Aqil, dan Abdullah bin Ja’far pada 10 Muharram 61 H.
Kaum Syi’ah bercerita, “Dua puluh ribu orang penduduk Iraq membaiat Al-Husain, tetapi kemudian berkhianat terhadap beliau dan keluar memerangi mereka, padahal baiat berada di leher-leher mereka, kemudian mereka membunuh (Al-Husain).” [Muhsin Al-Amin dalam bukunya, A’yân Asy-Syî’ah, bagian pertama hal. 34]
Al-Mas’ûdy berkata, “Seluruh tentara, yang menghadiri pembunuhan Al-Husain serta memerangi dan membunuh beliau, hanyalah penduduk Kufah. Tidak ada seorang penduduk Syam pun yang hadir.” [Murawwij Adz-Dzahab 3/76]
Al-Mas’ûdy juga berkata, “Begitu bala tentara semakin banyak (mengepung) Al-Husain, dan beliau menyangka tidak akan selamat lagi, beliau berdoa, ‘Ya Allah, tetapkanlah hukum antara kami dan kaum yang memanggil kami, tetapi kemudian mereka sendiri yang membunuh kami.” [Murawwij Adz-Dzahab 3/75]
Setelah kita mengetahui siapa sebenarnya pembunuh Al-Husainradhiyallâhu‘anhumâ, ternyata kaum Syi’ah tidak mencukupkan diri dengan pengkhianatan mereka. Bahkan, mereka membuat kedustaan-kedustaan terhadap Ahlul Bait akan anjuran untuk merayakan dan memperingati hari Karbalâ`(hari Âsyûrâ`, 10 Muharram).
Rujukan kaum Syi’ah, Ath-Thûsy, meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Musa Ar-Ridha bahwa Ali bin Musa berkata, “Siapa saja yang meninggalkan upaya menunaikan hajatnya pada hari Âsyûrâ`, Allah akan menunaikan hajatnya di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menjadikan hari Âsyûrâ` sebagai hari musibah, bersedih, dan menangisnya, Allah ‘Azza Wa Jalla akan menjadikannya pada hari kiamat sebagai hari kegembiraan dan kesenangan, serta menyejukkan mata kami di surga ….” [Amâlî Ath-Thûsy hal. 194, Bihâr Al-Anwâr 44/284]
Al-Barqy meriwayatkan dengan sanadnya hingga Ja’far Ash-Shâdiq, bahwa Ja’far berkata, “Siapa saja yang Al-Husain disebut di sisinya, kemudian meneteskan air mata, walaupun seperti sayap nyamuk, dosanya akan diampuni, meskipun seperti buih di lautan.” [Al-Mahâsin hal. 36, Bihâr Al-Anwâr 44/289]
Bahkan, Al-Mufid meriwayatkan dengan sanadnya hingga Al-Husain bin Ali sendiri, bahwa Al-Husain berkata, “Tidak ada seorang hamba pun yang berlinang air mata untuk kami atau meneteskan satu tetes air mata untuk kami, kecuali bahwa Allah akan memasukkannya ke dalam Surga dalam kurun waktu yang panjang.” [Amâlî Al-Mufîd hal. 209, Bihâr Al-Anwâr 44/279]
Demikianlah segelintir kedustaan kaum Syi’ah dalam pembunuhan terhadap Al-Husain bin Ali radhiyallâhu‘anhumâ.
Kami Perlu mengingatkan bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الخُدُودَ، وَشَقَّ الجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ
“Bukanlah dari kami, orang yang memukul pipinya, menyobek kantong bajunya, serta menyeru dengan seruan jahiliyah.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ûd radhiyallâhu‘anhû]

[1] Disadur dari kitab Asy-Syî’ah Wa Ahlul Bait karya Syaikh Ihsân Ilâhî Zhahîrrahimahullâh.
[2] Disadur dari Kasyf Al-Asrâr Wa Tabriah Al-A`immah Al-Athhâr hal. 14-18 karya Sayyid Husain Al-Musawy, seorang ulama Najaf.
[3] Diringkas dari Huqbah Min At-Târikh karya ‘Utsmân Al-Khumayyis hal. 229-259,Al-‘Aqidah Fî Ahlil Bait Bain Al-Ifrâd Wa At-Tafrîd karya Sulaimân As-Suhaimy hal. 490-504, dan Man Qatala Al-Husain karya Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz.

Pengkhianatan Syi'ah Terhadap Ahlul Bait


Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak akan ada yang menyesatkannya. Dan barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak akan ada yang memberi Petunjuk kepadanya.


Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali hanya Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Seorang hamba dan utusan-Nya.


Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan ada di neraka

Akan datang pada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan, dibenarkan orang yang berdusta dan didustakan orang yang jujur, dipercaya orang yang khianat dan dikhianati orang yang amanah…” (HR. Ibnu Majah 4042, disahihkan al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah 1887)

“Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata-kata ia berdusta. Kedua, apabila berjanji ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah ia mengkhianatinya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diantara ciri yang paling menonjol dari orang-orang munafik adalah kebiasaan mereka berdusta dan kelakuan mereka yang selalu mengingkari janji dan berkhianat. Dan diantara ciri khas para penghianat adalah dia tidak membedakan bersama siapa dia berkhianat serta bersama siapa dia dapat dipercaya. Sungguh kedustaan adalah bagian dari penyakit nifaq yang apabila telah mengalir dalam darah seseorang akan menjadikannya sebagai seorang penghianat, walaupun kepada orang-orang yang paling dekat dengannya.

Orang-orang Syiah yang ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Ahlul bait, terutama kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya telah tampak dengan jelas penghianatan mereka sejak periode pertama gerakan Tasyayyu’ (Menjadi Syiah), pada saat fitnah berkobar diantara dua orang sahabat Nabi yang mulia, Ali dan Muawiyah Radhiyallahu anhuma.

Maka ditulislah risalah ini di tengah badai fitnah ketika sejarah Islam diselubungi kabut tebal kedustaan (taqiyyah) pemahaman para penghianat dan pendusta yang memutar balikkan sejarah dengan berlindung di balik kata-kata cinta kepada Ahlul bait padahal sesungguhnya merekalah orang-orang berada dibarisan terdepan dalam menghianati Ahlul bait.


Sikap Para Pengkhianat Terhadap Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu.

Sebagian besar pendukung[1] (syiah) Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu adalah penduduk
Iraq, terutama penduduj Kufah dan Bashrah. Ketika Ali berkeinginan untuk pergi berperang bersama mereka ke Syam, setelah berhasil meredam fitnah Kaum Khowarij (salah satu sekte pecahan syiah Ali sendiri yang malah mengkafirkan Ali bin Abi Thalib), mereka malah meninggalkan beliau Radhiyallahu Anhu padahal sebelumnya mereka telah berjanji untuk membantunya dan pergi bersamannya. Tetapi dalam kenyataannya, mereka semua membiarkannya, dan mereka mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, anak panah kami telah musnah, pedang-pedang dan tombak-tombak kamu telah tumpul, maka kembalilah bersama kami, sehingga kami menyediakan peralatan yang lebih baik” Kemudian Ali Mengetahui, bahwa semangat merekalah yang sesungguhnya sudah tumpul dan melemah, dan bukan pedang-pedang mereka. Mulailah mereka pergi secara diam-diam dari tempat tentara Ali Bin Abi Thalib dan kembali ke rumah mereka tanpa sepengatahuan beliau, sehingga kamp-kamp militer tersebut menjadi kosong dan sepi. Ketika beliau melihat hal tersebut, beliau kembali ke Kufah dan mengurungkan niatnya untuk pergi.[2]

Ali Bin Abi Thalib mengetahui bahwa perkara apa pun tidak dapat mereka menangkan walaupun mereka telah berbuat adil dan beliau adalah seorang yang adil walaupun kepada para pendukung beliau, beliau tidak dapat menyembunyikan kekesalannya dan persaksiannya terhadap para penipu ini kemudian berkata kepada mereka, “Kalian hanyalah pemberani –pemberani dalam kelemahan, serigala-serigala penipu ketika diajak bertempur, dan aku tidak percaya pada kalian…kalian bukanlah kendaraan yang pantas ditunggangi, dan bukan pula orang mulia yang layak dituju. Demi Allah sejelek-jelek provokator perang adalah kalian. Kalianlah yang akan tertipu, dan tidak akan dapat merencanakan tipu daya jahat, dan kebaikan kalian akan lenyap dan kalian tidak dapat menghindar” [3]

Yang anehnya lagi, para pendukung (syiah) Ali di Iraq ini tidak hanya mundur dari
medan perang ke Syam bersama beliau, tetapi mereka juga takut dan keberatan untuk mempertahankan wilayah mereka sendiri.[4] sementara pasukan Muawiyah telah menyerang Ain At Tamr dan daerah-daerah

Iraq yang lain. Mereka tidak tunduk terhadap perintah Ali untuk mempertahankannya, sampai-sampai Amirul Mukminin Ali berkata kepada mereka,”Wahai penduduk Kufah, setiap kali kalian mendengar kedatangan pasukan dari Syam, maka setiap orang dari kalian masuk ke dalam kamar rumahnya dan menutup pintunya seperti masuknya biawak ke persembunyiannya dan hyena ke dalam sarangnya….Orang yang tertipu adalah orang yang kalian bodohi, dan bagi yang menang bersama kalian, adalah menang dengan bagian yang nihil. Tidak ada orang-orang yang berangkat ketika dipanggil, dan tidak ada saudara-saudara yang dapat dipercaya ketika dibutuhkan. Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan hanya kepadaNya kita kembali” [5].


Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Al Hasan bin Ali Radhiyallahu anhu.

Ketika Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu terbunuh oleh Ibnu Muljam (seorang khowarij yang tadinya termasuk syiah Ali namun mengkafirkan beliau setelah itu), Al Hasan Radhiyallahu anhu dibaiat menjadi khalifah, dan beliau yakin tidak dapat berhasil perang melawan Muawiyah. Terutama setelah sebelumnya sebagian pengikutnya di

Iraq telah meninggalkan ayahnya. Tetapi para para pengikut mereka di Iraq kembali meminta Al Hasan untuk memerangi Muawiyah dan penduduk Syam, padahal jelas-jelas sebenarnya Al Hasan berkeinginan menyatukan kaum muslimin saat itu, karena beliau faham sekali tentang kelakuan orang-orang syiah di Iraq ini yang beliau sendiri membuktikan hal tersebut, Ketika beliau menyetujui mereka (orang-orang syiah di Iraq) dan beliau mengirimkan pasukannya serta mengirim Qais bin Ubadah di bagian terdepan untuk memimpin dua belas ribu tentaranya, dan singgah di Maskan, ketika Al Hasan sedang berada di Al Mada’in tiba-tiba salah seorang penduduk Iraq berteriak bahwa Qais telah terbunuh. Mulailah terjadi kekacauan di dalam pasukan, para maka orang-orang syiah Iraq kembali para tabiat mereka yang asli (berkhianat), mereka tidak sabar dan mulai menyerang kemah Al Hasan serta merampas barang-barangnya, bahkan mereka sampai melepas karpet yang ada dibawahnya, mereka menikamnya dan melukainya. Dari sinilah salah seorang penduduk Syiah

Iraq, Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi merencanakan sesuatu yang jahat, yaitu mengikat Al Hasan bin Ali dan menyerahkan kepadanya, karena ketamakannya dalam harta dan kedudukan. Pamannya yang bernama Sa’ad bin Mas’ud Ats Tsaqafi[6] telah datang, dia adalah salah seorang wali dari Mada’in dari kelompok Ali. Dia (Mukhtar bin Abi Ubaid) bertanya kepadanya, “Apakah engkau menginginkan harta dan kedudukan? Dia berkata, “Apakah itu?” Dia Menjawab,”Al Hasan kamu ikat lalu kamu serahkan kepada Muawiyah” Kemudian pamannya berkata “ Allah akan melaknatmu, berikan kepadaku anak putrinya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia memperhatikannya lalu mengatakan, kamu adalah sejelek-jelek manusia” [7]

Maka Al Hasan radhiyallahu anhu sendiri berkata “ Aku Memandang Muawiyah lebih baik terhadapku disbanding orang-orang yang mengaku mendukungku (Syiahku), mereka malah ingin membunuhku, mengambil hartaku, demi Allah saya dapat meminta dari Muawiyah untuk menjaga keluargaku dan melindungi keselamatan seluruh keluargaku, dan semua itu lebih baik daripada mereka membunuhku sehingga keluarga dan keturunanku menjadi punah. Demi Allah, jikalau aku berperang dengan Muawiyah niscaya mereka akan menyeret leherku dan menganjurkan untuk berdamai, demi Allah aku tetap mulia dengan melakukan perdamaian dengan Muawiyah dan itu lebih baik disbanding ia memerangiku dan aku menjadi tahanannya”

Maka para penghianat ini sebenarnya amat benci terhadap Al Hasan bahkan keturunannya, namun mereka berusaha menutup-nutupinya, maka mereka (syiah rafidhoh imamiyah) mengeluarkan keturunan Al Hasan dari silsilah para Imam ma’shum versi mereka yang mereka mengangkat Imam-Imam mereka itu bahkan diatas kedudukan para Nabi dan malaikat terdekat dengan Allah (tulisan Khumaini dalam, al hukumah islamiyah hal 52), walaupun demikian agar tidak terbongkar kebencian mereka ini mereka tetap mencantumkan Al Hasan dalam deretan Imam mereka. Itulah cara dan memang tabiat mereka untuk menipu kaum muslimin.

Mengapa mereka tidak mencantumkan keturunan Al Hasan dalam imam-imam mereka? Apa keturunan Al Hasan bukan keturunan ahlul bait? Jawabnya adalah karena Al Hasan berdamai dengan Muawiyah dan menyatukan kaum muslimin saat itu, sehingga tercelalah keturunannya dan tidak layaklah mereka menjadi imam mereka, itulah hakikat tabiat sejati seorang penghianat yang tidak pernah menginginkan perdaimaian dan persatuan diantara kaum muslimin.


Sikap Para Pengkhianat Syiah terhadap Husain bin Ali Radhiyallahu anhu

Setelah wafatnya Muawiyah Radhiyallahu anhu pada 60 H yang sebelumnya beliau menunjuk Yazid[8] untuk menjadi pemimpin yang niat beliau agar tidak terjadi lagi perpecahan diantara kaum muslimin dalam masalah kekuasaan. Maka berpalinglah para utusan ahli dari Iraq kepada Husain bin Ali Radhiyallahu anhu dengan penuh antusias dan simpati, Lalu mereka berkata kepada Husain,“Kami telah dipenjara hanya demi engkau, dan kami juga tidak mengikuti shalat jum’at bersama penguasa yang ada, sehingga datanglah Sang Imam (Al Mahdi) kepada kami“

Di bawah tekanan mereka, terpaksa Husain memutuskan untuk mengirim anak pamannya, Muslim bin Aqil untuk mengetahui keadaan yang terjadi, maka keluarlah Muslim pada bulan Syawal tahun 60 H.

Ia tidak mengetahui telah tibanya penduduk Iraq sehingga mereka datang kepadanya, maka mulailah mereka berbaiat kepada Husain. Disebutkan, bahwa jumlah mereka yang berbaiat sebanyak dua belas ribu orang, kemudian penduduk Kufah pun mengirim utusan utnuk membaiat Husain dan semuanya berjalan dengan baik.

Tetapi sayang, Husain radhiyallahu anhu tertipu oleh penghianatan mereka. Husain pergi menemui mereka walaupun sudah diperingatkan oleh para sahabat Nabi dan orang-orang yang terdekat dengan beliau agar tidak keluar menemui mereka, hal itu karena mereka telah mengetahui penghianatan yang selama ini telah dilakukan oleh kaum Syiah Iraq. Sampai-sampai Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata kepada Husain , “Apakah engkau akan pergi ke kaum (golongan) yang telah membunuh pemimpin mereka, merampas negeri mereka, dan memusnahkan musuh mereka, walaupun mereka telah melakukan hal itu, apakah kamu tetap pergi kepada mereka? Mereka mengajakmu kesana, sedang penguasa mereka bersikap tiran terhadap mereka, apa yang mereka lakukan hanya untuk negara mereka saja, mereka hanya mengajak anda menuju medan perang dan pembantaian, dan anda tidak akan aman bersama mereka, mereka akan mengkhianati, menipu, membangkang, meninggalkan, dan berbalik memerangi kamu dan nanti mereka menjadi orang yang sangat keras permusuhannya kepadamu..“

Begitu juga Muhammad bin Ali bin Abi Thalib yang populer dengan gelar Ibnu al-Hanif, sudah menasehatkan kepada saudaranya al-Husein radhiyallahu ‘anhum seraya mengatakan: “Wahai saudaraku, penduduk Kufah sudah Anda ketahui betapa pengkhianatan mereka terhadap bapakmu Ali radhiyallahu ‘anhu dan saudaramu al-Hasan radhiyallahu ‘anhu. Saya khawatir nanti keadaanmu akan sama seperti keadaan mereka sebelumnya!”[9]

Dengan jelas tampaklah pengkhianatan Syiah ahli Kufah, walaupun mereka sendiri yang telah mengharapkan akan kedatangan Husain, hal itu sebelum Husain sampai kepada mereka. Maka penguasa Bani Umayyah, Ubaidillah bin Ziyad ketika mengetahui sepak terjang Muslim bin Aqil yang telah membaiat Husain dan sekarang berada di Kufah, ia segera mendatangi Muslim dan langsung membunuhnya, sekaligus terbunuh pula tuan rumah yang menjamunya Hani bin Urwah Al Muradi. Dan kaum Syiah Kufah tidak akan memberikan bantuan apa-apa, bahkan mereka mengingkari janji mereka terhadap Husain Radhiyallahu anhu, hal itu mereka lakukan karena Ubaidillah bin Ziyad memberikan sejumlah uang kepada mereka.

Ketika Husain Radhiyallahu anhu keluar bersama keluarga dan beberapa orang pengikutnya yang berjumlah sekita 70 orang laki-laki dan langkah itu ditempuh setelah adanya perjanjian-perjanjian dan kesepakatan, kemudian masuklah Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan, Maka terbunuhlah Al Husain Radhiyallahu anhu dan terbunuh pula semua sahabatnya termasuk ketiga saudara dari Husain sendiri Abu Bakar bin Ali bin Abi Thalib, Umar bin Ali bin Abi Thalib, dan Ustman bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum , ketiga anak Ali bin Abi Thalib selain Hasan, Husain dan Muhammad Ibn Hanafiyyah radhiyallahu ‘anhum.

Ketika Husain Radhiyallahu anhu keluar bersama keluarga dan beberapa orang pengikutnya yang berjumlah sekitar 70 orang laki-laki, dan langkah itu ditempuh setelah adanya pernjanjian-perjanjian dan kesepakatan, kemudian masuklah Ibnu Ziyad untuk menghancurkannya di medan peperangan, maka terbunuhlah Al Husain Radhiyallahu anhu dan terbunuh pula semua sahabatnya. Ucapannya yang terakhir sebelum wafat adalah “Ya Allah berikanlah putusan di antara kami dan diantara orang-orang yang mengajak kami untuk menolong kamu namun ternyata mereka membunuh kami“.[10]

Bahkan doanya atas mereka (syiah) sangat terkenal, beliau mengatakan sebelum wafatnya, “Ya Allah, apabila Engkau memberi mereka kenikmatan, maka cerai beraikanlah mereka, jadikanlah mereka menempuh jalan yang berbeda-beda, dan janganlah restui pemimpin mereka selamanya, karena mereka telah mengundang kami untuk menolong kami, namun ternyata kemudian memusuhi kami dan membunuh kami“.[11]Maka terungkap jelaslah kelakuan para penghianat yang menjadikan tameng dan mereka bertopeng dibalik ungkapan kecintaan mereka kepada Ahlul bait yang mereka jadikan kecintaan tersebut sebagai alasan memusuhi setiap orang yang mereka benci, padahal sungguh merekalah penghianat sesungguhnya yang menyimpan kebencian dendam kepada Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beserta Ahlul Bait dan para sahabatnya. Yang selama ini mereka putarbalikkan sejarah dengan riwayat-riwayat palsu mereka yang itu memang tabiat dan ajaran agama mereka sesungguhnya dengan Taqiyyah (kedustaan) yang selalu mereka lakukan.

Maka wajib bagi kita mengambil ibroh dan pelajaran dari sejarah ini, penghianatan yang berulang-ulang mereka lakukan kepada orang-orang yang dikatakan mereka cintai (ahlul bait) mereka berkhianat, apalagi kepada kaum muslimin secara umum, ditipunya Syaikh Syaltut (tokoh lembaga darut taqrib: lembaga pendekatan sunni-syiah) oleh mereka, digantungnya Syaikh Ahmad Mufti Zaddah tahun 1993 (tokoh lembaga darut taqrib dari kalangan ahlussunnah di iran). Sudah cukup menjadi bukti pengkhianatan adalah tabiat dan kelakuan mereka yang sudah mendarah daging dan patut kita waspadai.

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka”Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. (Q.S. Al-An’am: 159)

Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiadaTuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun danbertaubat kepada-Mu.

Wallahu A’lam

1.Tidak semua pendukung Ali bin Abi Thalib fanatik, yang dimaksudkan disini adalah para pengikut Abdullah bin saba ((yahudi yg pura-pura masuk Islam) yang memang mengkultuskan Ali bin Abi Thalib bahkan sampai menuhankannya

2.Tarikh Ath Thabari : Tarikh Al Umam wa Al Muluk, 5/89-90. Ibnul Atsir, Al kamil fi at Tarikh, 3/349.

3.Tarikh Ath Thabari, 5/90. Al Alam Al Islami fi ashri Al Umawi hal 91.

4. Mirip seperti kelakuan Syiah rafidhoh (faksi hizbullah) di masa ini yg katanya ingin membela palestina namun hanya bertahan di libanon saja mempertahankan wilayahnya.

5.Tarikh Ath Thabari 5/135. Al Alam Al Islami Fi Ashri Al Umawi hal 96.

6.Mukhtar bin Abi Ubaid Ats Tsaqafi inilah yang menentang Daulah Umawiyah dan mengaku sebagai pengikut Ahlul Bait serta menuntut kematian Al Husain.Itu semua tidak lain hanyalah topeng dan kedok untuk bersembunyi dari kerakusannya terhadap kekuasaan.

7.Tarikh Ath Thabari, 5/195. Al Alam Al Islami fi Ashri Al Umawi. Hal 101.

8. Yazid menurut ulama dan Imam-imam kaum muslimin adalah raja dari raja-raja islam Mereka tidak mencintainya seperti mencintai orang-orang shalih dan wali-wali Allah dan tidak pula melaknatnya. Karena sesungguhnya mereka tidak suka melaknat seorang muslim secara khusus (ta yin). Di samping itu kalaupun dia sebagai orang yang fasiq atau dhalim, Allah masih mungkin mengampuni orang fasiq dan dhalim. Lebih-lebih lagi kalau dia memiliki kebaikan-kebaikan yang besar.Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya dari Ummu Harran binti Malhan radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Tentara pertama yang memerangi Konstantiniyyah akan diampuni. (HR. Bukhari) Padahal tentara pertama yang memeranginya adalah di bawah pimpinan Yazid bin Mu’awiyyah dan pada waktu itu Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bersamanya

9. Al-Luhuuf; oleh Ibn Thawus; hal. 39. Asyuura’; oleh al-Ihsa-i; hal. 115. Al-Majaalisu al-Faakhirah; oleh Abdu al-Hu-sein; hal. 75. Muntaha al-Amaal; (1/454). Alaa Khathi al-Hu-sain hal.96.110) Al-Majaalisu al-Faakhirah; hal.79. ‘Alaa Khathi al-Husain; hal 100. Lawaa’iju al-Asyjaan; oleh al-Amin; hal. 60. Ma’aalimu al-Madrasatain (3/62).

10. Tarikh Ath Thabari, 5/389

11. Al Irsyad, hal 241. I’lam Al Wara li Ath Thibrisi, hal 949. (doa Husein Radhiyallahu anhu ini terjawab syiah sampai saat ini berpecah belah sedemikian rupa setiap kewafatan imam mereka, mereka berpecah belah satu dan lainnya, dan diantara mereka saling kafir mengkafirkan satu dengan lainnya).

Sumber :http://rafidhah.wordpress.com/

Syiah Lebih Kejam Dari Binatang!!!




AYOO .. BEDAKAN , YANG MANA "HEWAN" ....???

DAN YANG MANA "MANUSIA" ......................???

SAAT PERINGATAN HARI ASSYURA, KITA AKAN BINGUNG ( ? )
----------------------------------------
Hal ini berkenaan dengan Tingkahpola Amalan Jahiliyah Bin Ghuluw dari Kaum Syi'ah !

Coba anda lihat ,... perhatikan ..! .. Gunakan Logika !

*'HEWAN' yang sesungguhnya: Tidak akan tega melukai Anaknya sendiri , apalagi sampai berdarah-darah ! Induknya pasti tidak rela.

* 'Manusia' (:Penganut Agama Syi'ah) : Bahkan anaknya sendiri pun tega dia Lukai ...!!! .. Hanya demi untuk melaksanakan Ritual Dungu versi mereka di hari Assyura ! Sungguh Biadab !!!

Perayaan seperti ini tidak ada Tuntunannya dalam Syariat Islam maupun Sunnah. Perayaan ini jelas Sesat dan jahil !!!

Maka Terbukti ....
SYI'AH ITU BUKAN ISLAM !!! .. SYI'AH Agama Kafir


Pengikut Syiah tidak meyakini kesahihan solat Jumaat (tidak solat Jumaat) kecuali bersama Imam yang ma'sum atau wakilnya saja.


Banyak pihak mengatakan bahwa orang Syiah melakukan solat sama seperti orang-orang Islam namun hanya untuk sekadar taqiyyah (berpura-pura). Taqiyyah merupakan konsep atau ciri penting yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Syiah. Taqiyyah pada hakikatnya adalah "berdusta dan berbohong". Pentingnya taqiyyah disisi Syiah banyak terdapat di dalam kitab-kitab utama mereka.

Mereka sujud di atas batu yang bulat ceper atau empat segi. Artinya dahi dan hidung tidak kena lantai. Batu itu disediakan dalam masjid atau mereka bawa sendiri ke mana mereka pergi. Batu yang paling suci pada mereka ialah diambil di Karbala kemudian Masyad dan di Qom. Kalau tidak dapat juga boleh juga gunakan batu-batu di tempat lain.

Satu lagi cara sujud kaum syiah ini, Kalau tidak ada batu, mereka akan gunakan apa-apa yang tumbuh dari bumi sebagai tempat sujud (letak dahi). Paling tidak, sujud atas tapak tangan. Tujuan mereka buat begitu kerana kata mereka manusia jadi dari pada tanah. Apa jenis sujud pun kita tidak tahu.

STRATEGI 'TIPU MUSLIHAT' ALA SYI'AH ==> ' TAQIYAH '


'' Lain Di Mulut .. Lain Di Hati , Berdusta Untuk Menipu "
Itulah Ciri Khas Kaum Syi'ah untuk Menyembunyikan Jatidirinya atau berbohong agar Rahasianya tidak di ketahui orang lain !!!
--------------------------------

Taqiyah secara definisi

Taqiyah adalah merahasiakan keyakinan dari para lawan yang bisa merugikan agama dan jiwanya. Ali Muhammad al-Syalabi menerangkan, adapun Taqiyah dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran ;

Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya. Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah. Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan. Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan (Ali Muhammad al-Syalabi, Fikr al-Khawarij wa al-Syiah fi Mizan Ahlissunnah wal Jama’ah, hal. 311).

Posisi ajaran taqiyah dalam Syiah sangat esensial. Seperti kata al-Kulaini, penulis al-Kafi:

لا دين لمن لا تقية له

“Tidak beragama orang yang tidak menggunakan konsep taqiyah.”

--. (al-Kulaini, Ushul al-Kafi, jilid II, hal. 217).

Karena itu, Ibnu Babawaih, tokoh besar Syiah klasik, berfatwa bahwa hukum menerapkan taqiyah itu wajib, seperti kewajiban menjalankan shalat.

Ia mengatakan; “Keyakinan kita tentang hukum taqiyah adalah wajib, barang siapa yang meninggalkan taqiyah sama halnya dengan meninggalkan shalat.”

--. (Ibnu Babawaihi, al-I’tiqadat, hal. 114).

Dalam keyakinan Syiah, taqiyah merupakan pilar-pilar utama agama. Taqiyah diserupakan dengan Sembilan persepuluh dari agama mereka. Sementara rukun-rukun Islam dan kewajiban dalam Islam lainnya hanya sepadan dengan satu persepuluh. Ini artinya, taqiyah lebih utama daripada rukun Islam.

--. (lihat al-Kafi, juz II hal. 217, Badzlul Majhud juz II hal. 637).

Taqiyah adalah kondisi luar seseorang dengan yang ada di dalam batinnya tidaklah sama. Memang taqiyah juga dikenal di kalangan Ahlussunnah. Hanya saja menurut Ahlussunnah taqiyah digunakan untuk menghindarkan diri dari musuh-musuh Islam alias orang kafir atau ketika perang maupun kondisi yang sangat membahayakan orang Islam. Sementara itu menurut Syi’ah bahwa Taqiyah wajib dilakukan. Jadi taqiyah adalah salah satu prinsip agama mereka. Taqiyah dilakukan kepada orang selain Syi’ah, seperti ungkapan bahwa Quran Syi’ah adalah sama dengan Quran Ahlussunnah. Padahal ungkapan ini hanyalah kepura-puraan mereka. Mereka juga bertaqiyah dengan pura-pura mengakui pemerintahan Islam selain Syi’ah. Padahal kakikatnya orang Syi’ah sangat membenci dan menganggap pemerintahan tersebut telah merampas.

Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang Syi’ah adalah melakukan kawin mut’ah (kawin kontrak), tidak melakukan shalat Jumat sebelum datangnya imam ke-12, suka berdebat membahas tentang wasiat Rasulullah , dan tidak mau menampakkan kesyi’ahannya dengan menyimpan semua akidahnya di dalam dada dengan cara taqiyah. Orang Syi’ah begitu bersemangat melontarkan slogan ‘La syarqiyah wala gharbiyah walakin islamiyah’diterjemahkan dengan ‘tidak Syi’ah tidak juga Suni tetapi Islam’, sesudah terpola dengan tidak mempermasalahkan Syi’ah , barulah mereka muati dakwahnya dengan akidah Syi’ah.

Saudaraku kaum Muslimin. Perlu diketahui bahwa di antara kota-kota yang dijadikan sebagai pusat penyebaran ajaran Syi’ah adalah Bandung, Pekalongan, dan Bangil. Silakan periksa lebih detil lagi keberadaan yayasan Syi’ah di seluruh Indonesia, bisa dicek lewat internet. Tidak rahasia lagi bahwa pada waktu Khumaini berkuasa , banyak ulama Suni di Iran yang dibantai dan disiksa, masjid-masjid Muslim pun dihancurkan. Begitupun setelah Irak dikuasai oleh AS dan diberikan kelanjutannya kepada Syiah, banyak pula ulama Islam sunni yang mereka bunuh hingga sekarang.

INILAH AQIDAH KAFIR AGAMA SYI'AH LAKNATULLAHALAIHI !!!



" Syiah Sangat Membenci Malaikat Jibril "

Sungguh JAHIL & KUFFUR-NYA AGAMA SYI'AH ITU ...!!!
-----------------------------------

Dalam Ajaran 'Dusta' dari Agama Syi'ah , Mereka ada yang berkeyakinan Bahwa sebenarnya Malaikat Jibril seharusnya menyampaikan 'wahyu' pada Ali Bin Abi Thalib, dan bukan Pada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

ASTAGHFIRULLAHALZDHIM ...!!!
NA'UDZUBILLAHIMINZALIK ..!!!


Sungguh kaum Syiah telah terpengaruh dengan keyakinan Agama Yahudi dalam hal permusuhan mereka terhadap Malaikat Jibril 'alaihis salam.

Hal ini memang karena Agama Syi'ah adalah ajaran Dusta yang di Rekayasa dan di sebarkan pertama kali oleh seorang Yahudi Munafik , yang bernama Abdullah Bin Saba.

Berikut ini adalah penjelasan dari Asy-Syaikh Al-'Allamah Sholih Al-Fauzan (Anggota Dewan Fatwa Arab Saudi) dalam kitabnya Al-Manhah Ar-Robbaniyah fi Syarhil Arba'ina An-Nawawiyah, hal.53-54 Cet. Darul 'Ashimah:

"Diantara mereka ada yang memusuhi para malaikat, diantara mereka ada juga yang memusuhi sebahagian malaikat. Seperti Yahudi yang memusuhi Malaikat Jibril 'alaihis salam, mereka mengatakan Jibril musuh kami, seandainya yang turun kepada Muhammad (untuk menyampaikan wahyu) bukan Jibril pasti kami akan beriman kepadanya, tetapi kerana yang turun kepadanya adalah Jibril maka kami tidak mahu beriman kepadanya, kerana Jibril adalah musuh kami. Allah berfirman:

قال الله تعالى: (قل من كان عدوا لجبريل فإنه نزله على قلبك بإذن الله مصدقا لما بين يديه وهدى وبشرى للمؤمنين * من كان عدوا لله وملآئكته ورسله وجبريل ....) البقرة: 97-98

"Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan izin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman * Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir "

--. (QS. Al-Baqarah: 97-98)

Syiah juga ada yang memusuhi Jibril kerana terpengaruh dengan Yahudi.

Mereka berkata Dusta dengan menyebut :

"Sesungguhnya risalah (kenabian) untuk Ali, tetapi Jibril berkhianat dan memberikannya kepada Muhammad."

Bahkan Seorang penya'ir mereka berkata :

خان الأمين وصدها عن حيدرة

"Telah berkhianat Al-Amin (Jibril) dan menghalanginya dari Haidaroh ('Ali)"

Sungguh ... Syi'ah itu Bukan bagian dari Ajaran Islam.
Syi'ah itu adalah Agama Kafir dari para Pendusta !
NA'UDZUBILLAHIMINZALIK ..!!!
-----------------------------
Catatan :

- Al-Amin (Ruhul Quddus Al-Amin) sebutan untuk Malaikat Jibril.
- Haidaroh => Julukan untuk Ali, dari kaum Syi'ah.


Diterjemahkan oleh Detik Islam dari sumber islampos.com, Wallahu'alam bissawab والله أعلمُ بالـصـواب

MENGAPA SYI'AH SANGAT MEMBENCI MUSLIM ('AhluSunnah') ? Mereka (Syi'ah) Sangat Anti Dengan Agama Islam Yang Haq ! Bahkan mereka Tidak Segan-segan Membunuh Kaum Muslim !


Ayyuhal Muslimun ...'
Pada Foto di atas, adalah Korban-korban dari Muslim Ahlu Sunnah yang di Hukum Gantung oleh Rezim Syi'ah Iran.
Beginilah Nasib Saudara-saudara kita yang hidup sebagai Minoritas di Negeri Syi'ah Laknatullah ! Hampir setiap tahun.. ada saja Kaum Muslim yang di Hukum mati oleh mereka (Syi'ah).

Sesungguhnya Ajaran Syi’ah itu berisi dendam Kebencian dan permusuhan kepada kaum muslimin, karena kaum Muslimin sangat menyanjung Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya yang mulia; seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafshah, Abu Hurairah, dan sejumlah besar sahabat Nabi lainnya. Bahkan ini menjadi karaktristik mencolok dari ajaran Syi’ah yang sesat. Jika tidak membenci kaum muslimin (Ahlus Sunnah) maka bukanlah Syi’ah. Karenanya, jika ada sekelompok orang yang terlihat bersimpati kepada Syi’ah Rafidhah lalu mereka galak kepada orang muslim –bahkan sampai tega~berani menghalalkan darahnya- itu menjadi indikasi kelompk tadi memiliki perselingkuhan dengan Syi’ah atau bagian dari kelompok sesat besutan Abdullah bin Saba’. JIka tidak, pastinya sifat lemah lembut lebih dikedepankan kepada mereka yang masih saudara seiman,

“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”

--. (QS. Al-Maidah: 54)

*Akidah Syi’ah Terhadap Kaum Muslimin (Ahlussunnah)

Akidah Syi’ah terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah kebencian dan cacian, bahkan sampai pengafiran dan penghalalan darah dan harta. Menurut keyakinan mereka, kekufuran Ahlus Sunnah lebih besar daripada kekufuran Yahudi dan Nashrani. Kenapa bisa begitu? Menurut mereka, kekafian Yahudi dan Nashrani adalah kekafiran asli, sedangkan kekafiran ahlus sunnah adalah karena murtad. Dan menurut ijma’, kekafiran karena murtad lebih besar daripada kekafiran asli.

Berikut ini kami sebutkan beberapa keyakinan ('Doktrin Kebencian') mereka tentang Kaum Muslim Sunni (Ahlus Sunnah) yang berasal dari ucapan Para 'Pendeta' mereka yang tertulis dalam kitab-kitab mereka sendiri.

1.) Syaikh Husain bin Ali ‘Ushfur al-Darari al-Bahrani dalam kitabnya, al-Mahasin al-Nafsaniyyah fii Ajwibah al-Masaa-il al-Khurasaaniyyah, hal. 17: Orang-orang Syi’ah menggelari orang-orang Sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan al-Naashibah. Menurut keyakinan Syi’ah, mereka lebih 'najis' daripada anjing dan lebih kufur daripada Yahudi dan Nashrani.

Dia mengatakan,

بَلْ أَخْبَارُهُمْ عَلَيْهِمُ السَّلامُ تُنَادِي بِأَنَّ النَّاصِبَ هُوِ مَا يُقَالُ لَهُ عِنْدَهُمْ سُنِّياًّ

“Bahkan kabar-kabar dari mereka (para imam) 'alaihis salam menyerukan bahwa yang dimaksud al-Nashib adalah yang dikenal dikalangan mereka dengan Sunni.”

2.) Pendeta Syi'ah bernama 'Al-Majlisi' dalam Bihar al-Anwar, Juz: 101, hal. 85: Abu Abdilllah berkata: “Sesunghunya Allah Tabaraka wa Ta’ala terlebih dahulu melihat orang-orang yang menziarahi kuburan Husain bin Ali pada sore hari ‘Arafah.” Beliau ditanya, “(Apakah) sebelum melihat orang-orang yang sedang wukuf?” Beliau menjawab, “Ya.” Beliau ditanya lagi, “Bagaimana bisa begitu ?” Beliau menjawab,

لِأَنَّ فِي أُولَئِكَ أَوْلادُ زِنَا ولَيْسَ فِي هَؤُلَاءِ أَوْلادُ زِنَا

“Karena di tengah-tengah mereka (orang-orang yang wukuf di Arafah) terdapat anak-anak zina, sedangkan di tengah-tengah mereka (peziarah kuburan Husain) tidak ada anak-anak zina.”

3.) Pendeta Syi'ah bernama 'Al-Kulaini', dalam al-Raudhah min al-Kaafi, Juz 8, hal. 285, menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Abdillah yang berkata kepada Abu Hamzah:

وَاللهِ يَا أَبَا حَمْزَةَ، إِنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ أَوْلادُ زِنَا مَا خَلا شِيْعَتُنَا

“Demi Allah hai Abu Hamzah, sesungguhnya manusia seluruhnya merupakan anak-anak pelacur kecuali Syi’ah kita.”

Catatan Penulis: Padahal Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar,”

--. (QS. Al-Nuur: 23).

4.) Pendeta Syi'ah bernama 'Muhammad al-Tijani', dalam kitabnya al-Syi'ah Hum Ahlus Sunnah, hal. 161, lebih terang-terangan lagi menyatakan bahwa al-Nawasib (yang mereka kafirkan dan musuhi) adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dia berkata,

وَعُنِِيَ عَنِ التَّعْرِيْفِ بِأَنَّ مَذْهَبَ النَّوَاصِبَ هُوَ مَذْهَبُ ((أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ)) فَنَاصِرُ مَذْهَبِ النَّوَاصِبِ اَلْمُتَوَكِّل هُوَ نَفْسُهُ (( مُحْيِي السُّنَّةِ )) فَافْهَمْ

“Dan tidak membutuhkan pengenalan lagi bahwa madhab al-Nawashib adalah madhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Dan al-Mutawwil adalah pembela madhab Al Nawashib, dia itu sendiri yang bergelar muhyis sunnah (pengidup sunnah), maka pahamilah.”

Menurut keyakinan al-Tijani, mayoritas Ahlus Sunnah wal Jama'ah-lah yang menyimpang dari keluarga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ia menjuluki al-Mutawwil sebagai tokoh utama al-Nawashib (yang memusuhi) Ali dan Ahlul Bait. Bahkan kedengkiannya sudah sampai membongkar makam Husain, melarang menziarahinya, dan membunuh orang-orang yang menggunakan nama Ali. Al-Khawirizmi dalam Rasail-Nya menyebutkan bahwa al-Mutawakkil tidak akan memberikan harta atau bantuan kecuali kepada orang yang mencela keluarga Ali bin Abi Thalib dan membela madhab al-Nawashib.

(Namun ini merupakan tuduhan semata dari al-Tijani yang menunjukkan kedengkian dan kebenciannya terhadap kaum muslimin Ahlus Sunnah wal Jama'ah).

5.) Muhammad al-‘Ayasyi, dalam tafsirnya al-‘Ayasyi, Juz 2, hal. 398, menukil riwayat dari Ibrahim bin Abi Yahya. Dari Ja’far bin Muhammad, ia berkata: “Tidaklah seseorang dilahirkan kecuali ada satu Iblis yang mendatanginya. Jika Allah mengetahui bahwa dia dari Syi'ah kami, maka Allah akan menghijabinya dari syetan itu. Dan jika bukan dari Syi'ah kami, maka syetan akan menancapkan jari telunjuknya di duburnya, lalu ia akan menjadi orang yang buruk, oleh karenanya zakar keluar di depan. Dan jika ia seorang perempuan, syetan akan menancapkan jari telunjuknya di kemaluannya sehingga ia menjadi pezina. Di saat itulah seorang bayi akan menangis dengan kencang jika ia keluar dari perut ibunya. Dan setelah itu, Allah akan menghapus dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya, dan di sisi-Nya lah terdapat Ummul kitab.”

6.) Ni’matullah al-Jazairi, dalam al-Anwar al-Nu’maniyah, 2/307: Bahwa Syi’ah menghalalkan darah dan harta milik Muslim~Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yakni membunuh dan merampas harta mereka. Diriwayatkan oleh al-Shaduq, ia bertanya kepada Abu Abdillah, “Apa pendapat Anda tentang membunuh orang al-Nashib (Ahlus Sunnah) ?” Ia menjawab, “Darahnya halal (boleh membunuhnya), tetapi aku khawatir atas (keselamatan) mu. Jika kamu bisa, robohkan dinding (timpakan) atasnya atau kamu tenggelamkan di air supaya tidak bisa memberikan kesaksian (yang memberatkan) atasmu, maka lakukanlah.” Aku bertanya lagi, “Apa pendapat Anda dalam hartanya?” Ia menjawab, “Ambillah hartanya semampumu.”

7.) Ni’matullah al-Jazaairi, dalam Nuur al-Barahin, hal. 57, bahwa firqah-firqah yang menyelisihi Firqah Imamiyah, berdasarkan nash-nash yang banyak sekali, menunjukkan mereka kekal di neraka. Dan ikrar syahadat mereka tidak bermanfaat sedikitpun kecuali dalam penjagaan darah dan harta mereka serta pelaksanaan hukum-hukum Islam yang berlaku bagi mereka.

Catatan Penulis: Bagi Syi'ah, seluruh kaum muslimin adalah Nawashib, karena mereka tidak mendahulukan kepemimpinan Ali atas Abu Bakar dan Umar, kecuali Syi'ah saja.

Padahal dari riwayat sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ikut berbaiat & setia pada Khalifah-khalifah pendahulunya ; yaitu Abu Bakar, Umar dan Ustman. Tidak pernah sedikit pun Ali ingin berontak pada mereka. Begitulah sikap teladan para Sahabat-sahabatnya sepeninggal Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Sesama mereka saling hormat-menghormati sebagai saudara sesama Muslim.

8.) Yusuf al-Bahrani, dalam al-Hadaa-iq al-Nadhirah fi Ahkaam al-‘Ithrah al-Thaahirah, hal. 136 dalam Bab “Orang yang berbeda/menyelisihi (Syi’ah), hakikatnya di anggap bukan orang Islam. Dan sesungguhnya orang yang menyelisihi (Syi'ah) sebenarnya adalah kafir.” Ia tidak membedakan antara kufur kepada Allah dan kufur kepada para imam, dengan alasan bahwa imamah termasuk masalah ushuluddien (pokok agama) berdasarkan nash ayat dan hadits yang sangat jelas. Di antaranya pernyataannya,

“Pertama: engkau telah mengetahui bahwa orang yang menyelisihi (Syi'ah) adalah kafir, tidak memiliki bagian dalam Islam dari berbagai sisinya, sebagaimana telah kami pastikan dalam kitab kami al-Syihab al-Syaqib.”

Catatan Penulis: Beginilah Syi’ah dengan mudahnya menisbatkan kekafiran kepada orang yang mereka sebut sebagai wahabiyyin. Jangan heran jika mereka sangat membenci dan suka menghina Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena memang beginilah ajaran agama mereka. krna Agama Syi'ah adalah Agama Kebencian !

SEJARAH : " Tahun Baru Islam "


* Tahun Baru Islam Diputuskan oleh Khalifah Umar bin Khattab

AWAL penentuan tahun Islami, dimulai pada jaman khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab radliyallahu `anhu beliau mengumpulkan para ahli untuk membicarakan darimana dimulainya tahun Islami. Hal ini terjadi kurang lebih pada 16 H atau 17 H. Maka sempat muncul berbagai versi pendapat, di antaranya :

1) .Dihitung dari kelahiran Rasulullah.
2) .Dihitung dari tahun wafat beliau.
3) .Dihitung dari hijrahnya beliau.
4) .Dihitung sejak kerasulan beliau.
5) .perang Badar.
6) .Perjanjian Hudaibiyah.
7) .Fathu Mekkah.

Berbagai pendapat itu kemudian disimpulkan dan diputuskan oleh Amirul Mukminin bahwa dimulainya perhitungan tahun Islami adalah dari hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sejak disyariatkannya hijrah, Allah Ta`ala memilah antara yang haq dan yang bathil. Pada waktu itu pula awal pendirian negara Islam.

Penentuan Bulan Muharram sebagai awal penanggalan Hijriyah

Agaknya perdebatan kembali muncul, setelah ditentukannya awal perhitungan tahun Islam. Silang pendapat untuk menentukan bulan apa yang dipakai sebagai pemula tahun baru lalu mencuat. Berbagai pendapat lalu dilontarkan, ada yang usul Rabi’ul Awwal karena di waktu itu dimulai perintah hijrah dari Makkah ke Madinah. Usul lain memilih bulan Ramadlan karena di bulan itu diturunkannya Al-Qur’ân.

Perdebatan kemudian berakhir setelah sebagian besar dari kalangan shahabat seperti Umar, Utsman dan Ali radliyallahu `anhum `ajma`in sepakat bahwa tahun baru Islami dimulai dari bulan Muharram. Kenapa ?

Alasannya pada bulan itu banyak hal-hal atau aktifitas yang diharamkan di antaranya tidak boleh mengadakan peperangan. Kecuali dalam keadaan diserang maka diperbolehkan melawannya.

Sebagaimana firman Allah: “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan;

dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.”

--. (QS.Al-Baqarah:191)

Mengapa dikatakan Muharram sebagai bulan haram? Didasarkan pada ayat lain dimana Allah juga berfirman: “Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash.

Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah berserta orang-orang yang bertakwa.”

--. (QS.Al-Baqarah: 194)

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.”

--. (QS. At Taubah: 36)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah,

Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”

Bulan-bulan tersebut disebut bulan haram, menurut Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah karena dua makna:

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan,

”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”

Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”

ALLAHU A'LAM.

----------------------

*Sumber :

http://www.islampos.com/tahun-baru-islam-diputuskan-oleh-umar-bin-khattab-85316/