Cari Blog Ini

Minggu, 26 Januari 2014

TENTANG SYI'AH - BAGIAN IV

Pokok-pokok ajaran Syi’ah adalah (sejak Abad pertama Islam dan dengan segala perkembangannya):

  Imam sesudah Rosululloh  - shollollohu ‘alaihi wasallam - adalah Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu, bukan Abu Abakar Ash Shiddiq rodhiollohu ‘anhu.

  Keyakinan akan keutamaan bahkan sebagian darinya menyebut akan kejelma-tuhanan Kholifah ’Ali bin Abi Tholib - rodhiollohu ‘anhu -, yang dideklarasikan ‘Abdullah ibnu Saba’ dan pengikutnya (yang pengikutnya akhirnya dihukum mati oleh Kholifah Ali - rodhiollohu ‘anhu - sendiri namun ’Abdullah bin Saba’ melarikan diri) sebagai sekte paling ekstrem dari Syi’ah, yakni Ghulat atau Ghula’iyyah, dan aksi disebut-sebut sebagai cikal-bakal Syi’ah, walau berbagai sekte Syi’ah generasi berikutnya tak lagi sampai menuhankan .

  Keyakinan pengutamaan Ali - rodhiollohu ‘anhu - terhadap Abu Bakar - rodhiollohu ‘anhu - dan Umar - rodhiollohu ‘anhu - (yang  Ali - rodhiollohu ‘anhu - sendiri  memutuskan hukuman cambuk kepada kaum yang meyakininya).

  Di antara keyakinan orang Syi’ah adalah pengharaman bermuamalat dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah kecuali dengan bentuk taqiyyah, melaknat kaum Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang telah wafat, dan dilarang membayar zakat kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah (lihat ”Haqiqah as-Syi’ah Hatta la Nankhadi” karya ‘Abdullah al-Musili).    

  Keyakinan bahwa  Ali bin Abi Tholib - rodhiollohu ‘anhu - dan para Imam mengetahui rahasia ghaib masa lalu dan akan datang (di Kitab Syi’ah Al Kafi Jilid I hal 261), Imam mereka ma’shum (suci dari dosa dan tak dapat berbuat salah) bahkan dapat menentukan waktu kematian mereka (di Kitab Syi’ah ”Al Kafi” Jilid I hal 258), dapat menghidupkan orang mati (di ”Kitab ’Uyun al Mu’jizat”, hal 28), semua makhluk diciptakan untuk para Imam (Kitab ”’Ilm al-Yaqin fi Ma’rifati Ushul ad-Din”, Jilid II, hal 597).

  Para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum Hari Kiamat untuk membalas dendam kepada para perampas hak keKholifahan muslim (Kholifah Pertama Abu Bakar As Shiddiq - rodhiollohu ‘anhu -, Kholifah Kedua Umar bin Khottob - rodhiollohu ‘anhu -, dan Kholifah Ketiga Utsman bin Affan - rodhiollohu ‘anhu -). Syi’ah percaya kepada kaidah ”Ar-Raj’ah” atau kembalinya roh-roh ke jasad masing-masing (reinkarnasi a la Syi’ah) di dunia sebelum Kiamat saat Imam Mahdi ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali - rodhiollohu ‘anhu - dan anak-anaknya untuk membalas dendam. Mengenai Raj’ah ini dapat dilihat di ”Firaq al-Islamiyah” halaman 207-208.

  Keyakinan untuk mencaci maki, menghujat, dan membenci (tasyayyu’) para sahabat Nabi  - shollollohu ‘alaihi wasallam - (terutama Abu Bakar Ash-Shiddiq - rodhiollohu ‘anhu -, Umar bin Khottob - rodhiollohu ‘anhu -, dan Utsman bin Affan - rodhiollohu ‘anhu -) dan keluarganya termasuk istri Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam, ‘Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq - rodhiollohu ‘anhu -.

Antara lain disebutkan di ”Dirasat Fil Ahwa’ wal Firaq wa Mauqifus Salah Minha” hal 237, oleh DR Nashir bin Abdul Karim, juga Ash-Shafy dalam Tafsir Al Quran Jilid V, hal 28, ”Ni’matullah al-Jazairy” dalam kitab Al-Anwar an-Nu-maniyah Jilid I hal 53, dan 63, lalu Zainudin al-Bayadhy di Kitab ”Ash-Shirath al-Mustaqim ila Mustahiq at-Taqdim” Jilid II hal 30, dan 129, kemudian Al-Majlisy dalam Kitab ”Bihaar al-Anwar” Jilid XXX hal 237 dan di ”Mir’ah al-”Uqul” halaman 488, serta di dalam Kitab ”Tafsir al’Iyasi” (1/21), al-Barahan (2/208), dan ”ash-Shafi” (1/242).

  Syi’ah beranggapan Tuhan dari kaum Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah berbeda dari tuhan mereka (Kitab ”Al Anwar An-Nu’maniyah”, Jilid I, hal 278 karangan Ni’matullah al-Jazairy) dan orang-orang dari golongan Rafidhah mereka (yang sekarang mendominasi Syi’ah), mengkafirkan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Kitab ”Minhaj an-Najah” hal 48 karangan Al-Faidl al Kasyany)

  Syi’ah meyakini bahwa para sahabat - rodhiollohu ‘anhu - sepeninggal Rosululloh  - shollollohu ‘alaihi wasallam - menjadi murtad, kecuali Al Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifari, dan Salman Al Farisy (disebutkan di kitab Syi’ah, Ar-Raudhah minal Kafi, Juz VIII hal 245 dan Al-Ushul minal Kafi, Juz II hal 244).

  Rukun Imannya adalah:

(1) Tauhid (keesaan Allah)
(2) Al ’Adl (keadilan Allah)
(3) Nubuwwah (kenabian)
(4) Imamah (keimaman)
(5) Ma’ad (hari kebangkitan dan pembalasan) yang disebutkan di Al ’Aqaidatul Imamiyah oleh Muhammad Ridho Mudzaffar.

  Dan rukun Islamnya:

(1) Shalat
(2) Zakat
(3) Puasa
(4) Haji
(5) Wilayah (perwalian)
  • Syi’ah menggunakan senjata Taqiyyah (berbohong) dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda, untuk mengelabui lawannya (termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah), bahkan dengan makar, tipu muslihat dan permusuhan. Sesuatu yang amat serupa dengan taktik Yahudi.
  Syi’ah percaya akan (kaidah) ”Al Bada’” yakni bahwa baru tampak bagi Allah akan keimaman Ismail (anak Ja’far Ash-Shadiq, imam ketujuh Syi’ah) setelah sebelumnya tidak. Allah dapat salah, namun Imam adalah ma’shum.

  Syi’ah membolehkan melakukan Nikah Mut’ah (nikah atau hubungan seks kontrak berjangka waktu tertentu yang  disepakati tak untuk selamanya yang pelaksanaannya sangat berbeda persyaratannya dengan pernikahan biasa, bahkan dapat telah ditentukan waktu cerainya sebelum menikah.

Antara lain disebutkan di ”Tafsir Minhajus Shodiqin”, Juz II, hal 493) yang telah diharamkan oleh Rosululloh  - shollollohu ‘alaihi wasallam - sendiri yang bahkan diriwayatkan oleh Ali bin Abi Tholib - rodhiollohu ‘anhu - sendiri selain para sahabat lain, di berbagai Hadits.

Bahkan menurut mereka Mut’ah adalah pengganti larangan minuman khamr (disebutkan di ”Ar-Raudhah min al-Kafi” halaman 151 dan ”Wasa’il asy-Syi’ah” (14/438) dan bagi yang tak pernah melakukan mut’ah, akan datang pada hari Kiamat dengan tangan dan kaki yang putus, serta bahwa yang melakukan mut’ah sebanyak empat kali maka sama derajatnya dengan derajat Rosululloh  - shollollohu ‘alaihi wasallam - (disebutkan di ”Manhaj ash-Shodiqin” halaman 356 karya Fathullah al-Kasani).

“Mut’ah itu adalah agamaku dan agama bapak-bapakku. Yang mengamalkannya, mengamalkan agama kami dan yang mengingkari nya mengingkari agama kami, bahkan ia memeluk agama selain agama kami. Dan anak dari mut’ah lebih utama dari pada anak istri yang langgeng. Dan yang mengingkari mut’ah adalah kafir murtad.” (Tafsir Manhaj Asshadiqin Fathullah Al-Kasyani hal.356)

“’Barangsiapa melakukan mut’ah sekali dimerdekakan sepertiganya dari api neraka, yang mut’ah dua kali dimerdekakan dua pertiganya dari api neraka dan yang melakukan mut’ah tiga kali dimerdeka kan dirinya dari neraka.”

Ayatullah Khomeini juga berkata: “Semua bentuk menikmati, seperti meraba dengan penuh syahwat, memeluk , dan adu paha boleh walaupun dengan bayi yang sedang menyusui”. Tahrirul Wasilah 2/216.

  Ziarah ke makam Imam Husain adalah lebih utama daripada Haji ke Baitullah (Kitab Wasail asy-Syi’ah, karangan Al-Hurr al-Amily, Jilid I, hal 371).

  Al Quran yang sesungguhnya yang ditulis oleh Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ’anhu menurut kaum Syi’ah akan dibawa Imam Mahdi versi Syi'ah- yang sedang bersembunyi sejak lahir ratusan tahun lalu - pada akhir jaman nanti (”Ma Ba’da azh-Zhuhur” halaman 637 yang ditulis Muhammad Shadiq ash-Shadr dan ”Yaum al-Khalash” halaman 373 serta Kitab al-Ghaibah halaman 318) dan bahwa Al Quran telah diubah (lihat ”Al Fashl fi al-Ahwa’ wa al-milal wa an-Nihal” 5/182 dinukil dari al-Jama’at al Islamiyyah oleh Salim al-Hilali halaman 246).

  Perbedaan keyakinan akan Imam Mahdi:
  • Mahdi bagi Ahlus Sunnah Al Jama’ah bernama Muhammad bin ‘Abdullah (keterangan dari Hadits Rosululloh  - shollollohu ‘alaihi wasallam - riwayat Sunan Abu Dawud dan At-Tirmidzy, dishahihkan oleh Al Albani dalam Myskat al Mashabih).
Beliau dari keturunan Hasan bin Abi Thalib, belum dilahirkan, muncul dari arah Timur, memenuhi Bumi dengan keadilan (Shahih Sunan Abu Dawud 4/82) dan kesejahteraan selama 7 atau 8 tahun, menegakkan syari’at Islam, memakmurkan Bumi (Bumi mengeluarkan tetumbuhan, langit menurunkan hujan, ada harta-benda yang banyak, banyak binatang ternak, umat semakin mulia).

Beliau memerangi Yahudi dan Nasrani dan beserta Nabi ‘Isa ’alaihis salaam akan membunuh Dajjal.
  • Sedangkan Imam Mahdi Syi’ah adalah Muhammad bin Hasan Al Asykari
Beliau dari keturunan Husain bin Ali bin Abi Tholib, yang telah dilahirkan tahun 255 Hijriyyah dan sampai sekarang masih hidup namun bersembunyi (Kitab ”Al-Ghummah” Jilid II, hal 236, oleh Al-Arbaly dan dikuatkan Syaikh mereka Abdul Hamid Al-Muhajir), muncul dari Sirdab Samira’, akan tinggal di Bumi selama 70 tahun untuk membalas dendam, menegakkan hukum keluarga Dawud (Bani Israil), akan menyeru keAllahdengan nama Ibraninya (Kitab ”Ushul Al Kafi” Jilid I, hal 398), menghancurkan semua Masjid (Kitab ”Al Gharib” hal 247 oleh Ath-Thusy).

Ia berdamai dengan Yahudi dan Nasrani, dan menghalalkan darah muslim (Kitab ”Bihar al-Anwar”Jilid 52 hal 376). 
Doktrin Mahdiyah (perihal al-mahdi) dan Raj’ah (kedatangan kembali) dihubungkan dengan status Imam Mastur (bersembuyi) yang dipercaya akan muncul kembali sebagai Mahdi yang membangun kerajaan Allah menjelang hari Kiamat kelak.

Ajaran ini bagi sebagian kalangan ditengarai memiliki akar dalam ajaran agama Zarathustra yang dianut bangsa Persia sebelum kedatangan Islam yang datang ke Persia pada masa Kholifah Umar bin Khoththob - rodhiollohu ‘anhu -.

Dari berbagai buku itu, berikut ini adalah sedikit tentang para penulis buku Syi’ah:

Al-Kulaini, Ia adalah pengarang kitab “Al Kafi”. Kitab tersebut di kalangan Syi`ah setaraf dengan kitab Shahih Bukhori Muslim di kalangan Ahlus sunnah. Di yakininya bahwa di dalam kitab itu terdapat 16199 buah hadits. Dan hadits sohih yang diriwayatkan dari Rosululloh Shallallahu Alaihi wa sallam (pengakuannya) kira-kira 6000 buah hadits. Dan kenyataannya di dalam kitab tersebut banyak terdapat hal-hal yang khurafat dan palsu.

Muhammad Baqir bin Syeikh Muhammad Taqiy “al-Majlisi”
Ia adalah pengarang kitab “Haqul yakin”, yang mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman, Muawwiyah, Aisyah, Hafshah, Hindun dan Ummul Hakam – rodhiollohu ‘anhum - adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi, mereka itu adalah musuh-musuh Alloh.

Ayatulloh Khumaini (Khomeini)
Sosok yang satu ini adalah salah satu tokoh Syi`ah kontemporer, pemimpin revolusi Syi`ah di Iran di Abad XX MAsehi, yang mengendalikan roda pemerintahan. Ia mengarang buku “Kasyful Asror” dan “Pemerintahan Islam”.
Ia pernah mengatakan bahwa agama Ahlus Sunnah belum sempurna, mengkafirkan Ahlus Sunnah, menghalalkan harta dan darah Ahlus Sunnah. Ia hendak memusnahkan golongan Sunni di Iran dan tidak memberikan kesempatan apapun pada golongan ini, sehingga nantinya hanya tinggal nama dan catatan sejarah semata-mata.

Padahal dari semua ini, jelas sekali:

Imam Ali bin Abu Thalib (radhiyAllahu 'anhu) berkata: "Rasulullah memanggilku dan mengatakan kepadaku: 'Engkau sama dengan Isa, orang-orang Yahudi membencinya sampai mereka memfitnah ibunya, dan Nasrani mencintainya sampai mereka menempatkannya dalam kedudukan yang tidak semestinya."

"Berkenaan denganku, ada dua golongan yang akan hancur, yaitu mereka yang mencintaiku berlebihan dan cinta membawanya jauh dari kebenaran, dan mereka yang membenciku berlebihan dan kebencian membawanya jauh dari kebenaran. Sesungguhnya, aku bukan seorang nabi, dan tiada apapun yang diwahyukan kepadaku. Tapi aku berjalan dengan Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya (Shallallaahu 'Alaihi Wasallam) semampu yang aku bisa. Jadi apapun yang kuminta kepadamu dalam hal mentaati Allah, itu adalah kewajibanmu untuk mematuhiku, tak peduli kau suka atau tidak."

[Musnad Ahmad & Nahjul Balagha, khutbah 127]

Kaum Syi’ah juga menciptakan Maulid Nabi.

Tentang Maulid Nabi:



Al Imam Ibnu Katsir menyebutkan, bahwa yg pertama kali mengadakan peringatan maulid Nabi adalah para raja kerajaan Fathimiyyah Al ‘Ubaidiyyah yg dinasabkan kepada ‘Ubaidullah bin Maimun Al Qaddah Al Yahudi-.

Mereka berkuasa di Mesir sejak tahun 357 H - 567 H. Para raja Fathimiyyah ini beragama jenis Syi’ah Isma’iliyyah Rafidhiyyah (Al Bidayah Wan Nihayah 11/172).

Demikian pula yg dinyatakan oleh Al Miqrizi dalam kitabnya Al Mawaa’izh Wal I’tibar 1/490. (Ash Shufiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu halaman 43)

Adapun Asy Syaikh Ali Mahfuzh maka beliau berkata: “Di antara pakar sejarah (tarikh) ada yang menilai, bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan maulid Nabi ialah para raja kerajaan Fathimiyyah di Kairo, pada abad IV H. Mereka menyelenggarakan ENAM jenis perayaan maulid, yaitu:

1) Maulid Nabi
2) Maulid Imam Ali Radhiyallahu ‘Anhu
3) Maulid Sayyidah Fathimah Az Zahra,
4) Maulid Al Hasan
5) Maulid Al Husain
6) Maulid raja yang sedang berkuasa.

Aneka perayaan tersebut terus berlangsung dengan berbagai modelnya, versinya, hingga akhirnya DILARANG pada masa Raja Al Afdhal bin Amirul Juyusy.

Namun kemudian dihidupkan kembali pada masa Al Hakim bin Amrullah pada tahun 524 H, setelah hampir dilupakan orang. (Al Ibda’ Fi Mazhahiril Ibtida’ hal. 126)

===+++===+++===

Kesimpulan:

Perayaan ini TIDAK PERNAH ada di masa Nabi, dan TIGA GENERASI PERTAMA TERBAIK YANG JELAS DIJAMIN ALLAH sebagai YANG TERBAIK yakni kaum Shahabah, Tabi'iin dan Tabi'ut Tabi'iin (termasuk para Ahlul Bait/keluarga Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam di masa-masa ini) yg tentunya mereka lebih tahu, paham, dan lebih CINTA kepada Rosululloh Shollollohu 'alaihi wasallam.

Justru kaum Syi'ah dengan segala firqoh (pecahan aliran) nya lah ternyata yg memprakarsainya. Sedangkan dari sejarahnya, 'aqidah mereka ini amat dipengaruhi kaum Yahudi (terutama melalui 'Abdullah bin Saba) dan Persia termasuk mistisme dan filsafat  Jadi, Maulid Nabi sebenarnya adalah 'sunnahnya' kaum Syi'ah yany berkali-kali mengkhianati kaum muslimiin itu hingga kini.

Tidak pula ada anjuran tercatat tentang ini Al Quran dan As Sunnah-Al Hadits.

Bahkan sebenarnya belum ada hasil penyelidikan sejarah yang pasti dan diterima semua pihak pakar, bahwa hari lahir Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam adalah di 12 Robi'ul Awwal. Yang jelas ada dicatat di Hadits adalah bahwa beliau - shollollohu 'alaihi wasallam - dilahirkan di hari Isnin/Senin.

Maka jelas kebiasaan ini didirikan dinasti Fathimiyyah Mesir. Di antaranya para pakar Tarikh (Sejarah) menduga bahwa ini juga untuk menandingi perayaan Natal (perayaan kelahiran Yesus) yang juga marak di sana dan bahwa di saat-saat itu mereka hendak diserang tentara Tartar-Mongolia, maka mereka mencoba menggunakan memori tentang Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam guna membangkitkan semangat rakyatnya.

Lalu apakah jika dengan tidak merayakan maulid nabi lantas kita berarti tidak mencintai, tidak mengingati memori tentang Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam?

Tidak.

Karena justru beliau dan PARA NABI (seluruh 124.000 nabi dalam Islaam) - shollollohu 'alaihi wasallam - tidak merayakan ulangtahunnya.

Dan cara paling aktual dan paling benar bagi kita dalam mengingati memori dan mencintai beliau - shollollohu 'alaihi wasallam - adalah dengan setiap saat melaksanakan semua kemauannya, petunjuknya, sunnahnya; dengan cara yang jelas diridhoi ALLAH.

Sebaik-baiknya.

Aneka tindakan yang dilakukan dalam berbagai VERSI perayaan maulid banyak pula - sayangnya - yang menyimpang, dan diada-adakan, yang bahkan tidak ada petunjuk pelaksanannya dalam Al Quran dan Al Hadits, sedangkan ini dapat dimaknai sebagai ibadah bagi mereka yang merayakannya.

Maka Rosululloh - shollollohu 'alaihi wasallam - dan Nabi manapun jelas tidak pernah tercatat merayakan 'Happy Birthday' atau 'Birthday party' nya, juga dengan cara-cara seperti yang dikenal luas kini dalam apa yang dikenal sebagai 'perayaan maulid nabi' (dengan berbagai versinya).

TIDAK JUGA ini dilakukan oleh semua Ahlul Bait (keluarganya) beliau dan para Sahabatnya, Tabi'innya, dan Tabi'ut Tabi'iinnya di masa-masa itu.

Padahal kaum mereka inilah yang DIJAMIN SEBAGAI YANG TERBAIK SEPANJANG MASA oleh ALLAH di berbagai ayat Al Quran dan As Sunnah-Al Hadits.

Merekalah yang MENGENAL, melihat langsung, diajari langsung oleh Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam dalam segala hal sisi kehidupannya.

Dan telah puka terbukti sebagai orang-orang yang mulia dan sukses.

Dijamin pula masuk Surga.

Kita yang hidup jauh dari masa mereka pun dijamin diderajatkan SAMA seperti mereka, JIKA sudi melaksanakan CONTOH sunnah apa-apa yang mereka telah laksanakan. Jaminan ini jelas ada di berbagai kaidah Al Quran dan As Sunnah-Al Hadits.

Bukan dengan cara yang kita buat sendiri. Sebaik apapun kita kira itu. Karena kita tidak diberikan mandat membuat suatu bentuk ibadah. ALLAH melalui para nabilah yang berhak menentukannya.

Siapalah kita ini?

Demikian kiranya.

Mari bersholawat dengan teks yang benar sesuai Hadits:

Allohumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala azwajihi wa dzurriyatihi. Kama sholaita 'ala Ibrahim.

Wa baarik 'ala Muhammad, wa 'ala azwajihi wa dzurriyatihi. Kama barokta 'ala Ibrahim.

Dan marilah kita memohon ampunan Allah dan memuja Allah:

Astaghfirulloh.

Wallohua'lam. Walhamdulillah. Wa laa ila ha illallah. Wa laa haula wa laa quwwata illa billah.

Laa ilaa ha illallah wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa 'alaa kulli syai'in qodiir.



Dan diambil dari situs mengenai Syi’ah yang menggunakan berbagai rujukan dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Syi’ah sendiri serta Sejarah, yakni Situs Web yang bernama “Hakekat” dan beralamat web di  http://www.hakekat.com yang ditulis oleh Husain al Musawi yang dulu adalah tokoh Syi'ah di Iran dan kemudian menjadi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dengan sejumlah perapian struktur  dan komentar terhadapnya namun in syaa Allah tidak mengubah makna:


Yang 'Aneh Tapi Nyata' dari Syi'ah


Batasan aurat (versi Syi'ah)

Karaki berkata bila kamu menutup kemaluanmu maka benar-benar telah menutup aurat (Al Kaafi 6/501 Tahdzibul Ahkam 1/ 374), sedangkan pantat, yang diangap aurat adalah lobang dubur, bukan dua pantat, dan paha juga bukan termasuk aurat.

Shodiq AS berkata bahwa, “Paha tidak termasuk aurat”, bahkan Imam Syi’ah, Al Baqir As, telah mengecat auratnya dan membalut lubang kemaluannya (Jamial Maqosid Lilkaraki 2 / 94. Al Mu’tabar karangan Al Hulli 1 / 222 Muntaha Tolab 1/39, Tahrirul Ahkam1/202,semuanya karangan Al Hulli Madarikul Ahkam 3/191)

Abu Hasan Al Madhi:

“Bahwa aurat itu hanya ada dua yaitu lubang depan dan lubang belakang, lubang belakang sudah ditutup oleh pantat, apabila kamu telah menutup keduanya maka berarti telah menutup auratnya, karena selain itu bukan tempat najis, maka bukanlah aurat, seperti betis”.( Al Kaafi 6 / 51, Tahzibul Ahkam 1/374 Wasa’ilusyiah 1/365 Muntaha Tolab 4/269 Al Khilaf karangan Tusi 1/396).

Dari Abu Abdullah As berkata:

“Paha tidak termasuk aurat” (Tahdhibul Ahkam 1/ 374, Wasa’ilusyiah jilid 1 hal 365).

Kotoran para imam menyebabkan masuk surga

Kotoran dan air kencing para imam bukan sesuatu yang menjijikan dan tidak berbau busuk, bahkan keduanya bagaikan misik yang semerbak. Barang siapa yang meminum kencing,darah dan memakan kotoran mereka maka haram masuk neraka dan wajib masuk surga

(Anwarul Wilayat Liayatillah Al Akhun Mulla Zaenal Abiding Al Kalba Yakani : th 1419 halaman 440).

Maka silahkan saja para Syi’ah menikmati ini semua.

Kentut dari imam bagaikan bau misik

Abu Jafar berkata : “ciri-ciri Imam ada 10:

- Dilahirkan sudah dalam keadaan berkhitan.
- Begitu menginjakkan kaki di bumi ia mengumandangkan dua kalimat syahadat.
- Tidak pernah junub.
- Matanya tidur hatinya terbangun.
- Tidak pernah menguap
- Melihat apa yang di belakangnya seperti melihat apa yang di depannya.
- Bau kentut dan kotorannya bagaikan misik.

(Al Kaafi 1/319) Kitabul Hujjah Bab Maulidul Aimmah)

Ayatullah Khomeini memperbolehkan menyodomi istri-istri

Dalam kitab Tahrirul Wasilah hal 241- masalah ke 11. Khumaini berkata : “pendapat yang kuat dan terkenal adalah diperbolehkan menyetubuhi istrinya lewat lubang belakang walaupun hal itu sangat dibenci”.

(*) Maksud dari "lewat belakang" adalah melakukannya melalui lubang dubur/lubang pantat atau anus. Padahal Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam bersabda: “Terkutuklah siapa-siapa yang menyetubuhi isterinya lewat duburnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).”


Meminjamkan istri itu untuk ditiduri orang lain itu diperbolehkan

Diriwayatkan oleh Thusi dari Muhamad bin Abi Jafar berkata dihalalkan bagi saudaranya Farji istri-istrinya ia berkata boleh-boleh saja boleh bagi temannya seperti boleh bagi suami terhadap istri sendiri.

(Kitabul Istibhsor 3/136)

Diperbolehkan menikmati bayi secara seksual

Khumaini berkata:

“Semua bentuk menikmati, seperti meraba dengan penuh syahwat, memeluk, dan adu paha boleh walaupun dengan bayi yang sedang menyusui”. Tahrirul Wasilah 2/216.

Al Khui memperbolehkan seorang laki-laki memegang-megang atau bermain dengan aurat laki-laki lain atau wanita bermain dengan alat kelamin wanita lain bila sebatas gurau dan canda sebatas tidak menimbulkan syahwat.

(Sirotunnajah fi Ajwibatil istifta’at jilid 3)

Nasehat dari kami kepada kaum beriman, terutama kaum perempuannya, berhati-hatilah bergaul dengan para pengikut Al Khui yang ternyata, ‘suka bercanda’ dengan aurat perempuan ini.

Diperbolehkan melihat sesuatu yang diharamkan dari kaca

Mereka memperbolehkan melihat kelamin banci mana yang lebih menonjol untuk kepentingan warisan, mereka berkata ia boleh melihat dengan cermin, yang dilihat adalah bayangan, bukan kemaluannya.

(Al Kaafi 7-158).

Jadi melihat kelamin atau aurat banci atau bencong, diperbolehkan Syi’ah, melalui cermin. Dan ini mungkin akan sangat menyenangkan kaum Homoseks atau Gay.

Muhammad Husein Fadhlullah memperbolehkan melihat wanita-wanita yang sedang telanjang.

Fadhlullah berkata pada kitab Anikah juz 1 hal 66:

Seandainya wanita-wanita itu telah terbiasa keluar dengan berpakaian renang maka diperbolehkan melihatnya. Sama juga halnya melihat aurat yang dibuka sendiri oleh si perempuan, seperti di nude club atau kolam renang, pantai dan sebagainya.

Aku (penulis ini adalah Husein Musawi salah satu tokoh Syi'ah yang kemudian bertobat) bertanya pada diriku sendiri : Agama apakah ini? Jika anda bertanya : Apakah boleh seorang laki-laki menyetubuhi seorang perempuan, lalu membiarkan perempuan itu pergi ke pelukan laki-laki lain hanya dengan sekedar mengucapkan beberapa kata tentang harga dan waktu atau tentang berapa kali, atau kaliamt “ aku mut’ahkan diriku kepadamu” (matta’tuka nafsi) tanpa saksi atau wali? Tanpa perlu mempersoalkan apakah perempuan itu memiliki suami ataukah dia itu pelacur? pasti akan dijawab berdasar pada sumber yang terkuat dan terpercaya: boleh, silahkan lihat kitab Al Kafi jilid 5/540.


Diperbolehkan mut’ah dan bercumbu dengan anak gadis bila sudah berumur 9 tahun –dalam riwayat lain 7 tahun- dengan syarat tidak memasukkan kemaluannya ke kemaluan anak perempuan itu karena ditakutkan menjadi aib bagi keluarganya (karena sudah tidak perawan lagi)

(Al Kafi jilid 5 hal 462)

Jadi ini dilarang, bukan karena haraam dan bukan karena tidak sesuai dengan akhlak mulia, yang ini justru tidak dikenal dalam Islam. Dan setelah membaca ini silahkan anda membayangkan masa depan akhlak dan perilaku anak perempuan yang dalam umur sekecil ini telah mendapat ‘pengalaman seks” dengan melihat alat kelamin laki-laki dan melihat gerakan-gerakan sex laki-laki, sedang laki-laki itu telah melakukan segalanya kecuali jima’ (coitus), jima’ dimakruhkan dari depan saja, berarti diperbolehkan lewat belakang(anal sex).

Apakah ada orang normal yang memperbolehkan seseorang berbuat demikian pada anak perempuannya, atau saudaranya, bahkan pada seluruh anak perempuan? Cobalah membayangkan perasaan anda, jika saja sekiranya hal itu terjadi pada anak perempuan anda?

Bagaimana dikatakan bahwa yang demikian itu adalah perkataan para Imam Ahlul Bait?

Syi’ah sekali lagi, memfitnahi Ahlul Bait.


Allah mengunjungi kuburan Husein

Diriwayatkan oleh Kulaini dan lainnya bahwa Abu Abdillah memarahi orang yang mengununginya tapi tidak mau berziarah kekuburan Ali. Dia berkat : “kalau kamu itu bukan orang Syiah aku tidak pernah akan melihatmu. Mengapa kamu tidak mau berziarah ke makam yang diziarahi oleh Allah, malaikat dan para nabi?

(Al Kafi 7/580 Tahzibul Ahkam 6/20, Wasa’ilusyi’ah 14/375 Biharul Anwar 25/361 Kamiluziyarot hal 38 kitabul Mazar hal 19).

Mendengar hal ini, salah seorang sahabat Abu Abdillah berkata demikian “Demi Allah, saya berangan-angan seandainya saya menziarahi kubur Ali dan tidak pergi melaksanakan Ibadah Haji

(Al Kafi jilid 4/583).

Barang siapa haji berulang-kali maka dikunjungi Allah

Barang siapa telah berhaji lebih 50 kali maka setiap hari Jum’at dikunjungi oleh Allah.

(Faqih man la Yahdhuruhul Faqih 2/217 Wasa’ilusyi’ah 11/127 )

Meminta pertolongan dari para Nabi dan Malaikat dalam sholat

Ucapkanlah pada akhir sujudmu, “Yaa Jibril, yaa Muhammad (diulang-ulang)!! berikan saya kecukupan, sesungguhnya kalian berdua yang memberikan kecukupan dan jagalah saya dengan ijin Allah karena kalian berdua menjaga saya.”

(Al kafi 2/406)

(*) perilaku seperti ini sayang sekali juga ada terdapat pada sekelompok orang yang mengaku Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Sunni) juga terhadap mereka yang dianggapnya sebagai orang suci, Habib, Wali, dan lain-lain, bahkan Nabi, misalnya di kuburan mereka atau di tempat lain.

Ini bahkan diajarkan oleh oknum dari mereka yang mengaku sebagai Ahlul Bait, Wali, Syaikh, Kyai, dan sebagainya. Dan kemungkinan besar, setelah interaksi berabad-abad, maka memang ini terjadi karena dipengaruhi paham Syi'ah ini, yang paham Syi'ah ini, sebagaimana sejarahnya, juga dipengaruhi aneka akidah lain di luar Islam. Juga di wilayah Indonesia dan sekitarnya.


Berlindung kepada makhluk dan berbuat dengan nama makhluk

Riwayat Al Kulaini. Dari Abi Abdillah ia berkata, “Aku berlindung pada Rasulullah dari kejelekan dan kebaikan yang kamu ciptakan.”

(Al Kafi 2/391)

Dari Ali Ja’far ia berkata, “Bila seseorang sedang sakit maka ucapkanlah (dengan nama Allah, dengan Allah, dengan utusan Allah).”

(Al Kafi 2/412)

Imamah menurut Syiah Rafidhoh

Imamah adalah sebuah jabatan yang ditentukan dari Allah. Allah telah memilih seorang Nabi dan menentukannya, begitu juga Allah memilih seorang Imam dan mengangkatnya.

(Ashlus Syiah wa ushuluha hal. 58).

Maka menurut Syi’ah, Allah telah memilih Ali bin Abi Tholib, rodhiollohu ‘anhu.

Akan tetapi ternyata dalam sejarah, Ali rodhiollohu ‘anhu berkali-kali menolak menjadi Kholifah dan mengatakan  untuk  meinggalkan beliau dan mencari selain berlia dan bahwa cukuplah menjadi wakil/pembantunya, yang itu lebih baik daripada menjadi Imam/Khalifah, sampai akhirnya terpaksa menerima jabatan itu, setelah Kholifah Utsman bin Affan, rodhiollohu ‘anhu, dibunuh kaum Khawarij.

Lalu tentu pula menurut Syi’ah, Allah telah memilih Al Hasan rodhiollohu ‘anhu, cucu dari Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam, sebagai Imama. Tetapi ternyata dalam sejarah yang sangat jelas, Al Hasan menyerahkan kepemimpinan/imamah kepada seseorang Sahabat yang dianggap sebagai musuh bebuyutan syiah, yaitu Muawiyah, rodhiollohu ‘anhu.

Dengan demikian, maka Ali dan Hasan, rodhiollohu ‘anhum, ternyata justru telah merontokkan prinsip Imamah Syiah, sejak dari pondasinya, sejak awal.

Kepercayaan memakan debu dan kerikil kuburan al Husain

Abas Alqummi berkata: “Para ulama melarang memakan debu dan tanah, kecuali yang berasal dari kuburan Husain. Sebatas untuk pengobatan bukan untuk menikmati dan ini hanya sebatas biji kecil, lalu diletakkan dimulut dan ditelan dengan air secukupnya sambil berdoa ya Allah berikan rizqi yang luas yang bermanfaat dan disembuhkan dari berbagai penyakit

(Mafatihul Jinan 547)

Kita pantas takut bahwa rizki yang luas itu ternyata berupa sakit keras, setidaknya karena batu-batuan itu merusak ginjal dan lain-lain organ tubuh normal manusia.

Khasiat debu Kuburan Husain adalah seperti Madu

Tanah pusara Husain menurut kepercayaan mereka berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit, dan menghilangkan rasa takut, bila diminum orang yang sakit akan menjadi sembuh, bila diletakkan bersama jenazah dalam liang lahat maka dia akan aman dari siksaan kubur, bila dibawa seseorang dan dimain-mainkan maka dia mendapatkan pahala orang yang bertasbih, karena tanah itu dapat bertasbih sendiri

(Biharul Anwar 11/118/140 Amali Tusi 1/326 Wasa’ilusyi’ah 10/415 )

Abu Abdullah berkata: “Sesungguhnya Allah telah menjadikan debu kakekku Husain suatu obat dari segala penyakit dan menghilangkan rasa takut, jika salah seorang kalian memegangnya, maka hendaknya dicium, diletakkan di matanya dan menyapu dengan debu itu seluruh badannya sambil berdoa : Yaa Allah, dengan hak tanah ini dan Hak yang tinggal di dalamnya.”

(Amali Tusi 1/326)

Seperti orang Kristen

Suatu ketika istri Amirul Mu’minin datang dan berkata sambil menangis:

“Wahai Amirul mu’minin sesungguhnya saya telah berzinah, maka bersihkanlah saya” Ali pun berkata dengan suara keras, “wahai para manusia sesungguhnya Allah telah menjanjikan para Nabi dan Nabi menjanjikanku untuk melarang orang yang terkena hukuman untuk melakukan hukum cambuk , dan barang siapa punya kesalahan seperti perempuan ini maka jangan ikut mencambuk.” Maka seluruh manusia yang berkumpul di situ pergi meninggalkan tempat selain Ali, Hasan dan Husein, lalu mereka bertiga menghukum cambuk perempuan itu. Kulaini berkata: termasuk yang ikut pergi adalah Muhammad bin Ali bin Abi Tolib.

(Al Kafi jilid 7 hal 178)

Hal ini sama kiranya seperti yang tercantum dalam Perjanjian Baru dari Alkitab di Yohanes: 88:7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."

Hamil dan melahirkan secara luar biasa

Imam Hasan Asykari berkata: “Sesungguhnya kami para penerima wasiat Imamah tidaklah dikandung didalam perut melainkan di pinggang dan tidak dilahirkan lewat rahim melainkan lewat paha sebelah kanan karena kami titisan cahaya Allah yang bersih dan tidak terkena kotoran sama sekali”.

(Kamaluddin 390, 393 Biharul Anwar jilid 51 hal 2, 13,17, 26 , Itsbatul Hudat jilid 3 hal 409,414 I’lamul Wara hal 394 Dala’ilul Imamah 264).

Betapa mirip hal ini dengan keyakinan Kristen tentang kehamilan yang suci.

Kepercayaan tentang sebuah penebusan

Umar bin Yazid berkata: “Saya berkata pada Ali Abdillah As. Tentang firman Allah Saw (Allah hendak mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu maupun yang akan datang)” Surat Al Fath ayat 2.

Ia berkata: “Dia tidak berdosa dan tidak pernah berniat untuk berbuat dosa, tapi Allah membebankan dosa-dosa mereka pada Nabi, kemudian Allah mengampuninya” (Biharul Anwar 17/76).

Serupa sekali dengan kepercayaan Kristen mengenai penebusan dosa yang diajarkan Paulus, seorang Yahudi pengacau, yang sebenarnya justru berlainan dengan yang diajarkan oleh Yesus (atau yang dengan sejumlah catatan penting adalah hampir serupa dengan Nabi 'Isa 'alaihis salaam). Lihatlah:

GALATIA 3:13 Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"

Menurut ajaran Paulus di atas, Yesus disalib untuk menebus dosa-dosa manusia. Tuhan – versi mereka – menebus dosa manusia ciptaannya dengan cara mengorbankan ‘salah satu bentuknya jelmaannya’ atau – yang mereka yakini sebagai - ‘anaknya’ yakni Yesus.

Dalam sudut-pandang Islam, ini adalah ajaran yang sangat sesat dan tak berdasar, tentu saja, dari banyak sekali dalil, karena bahkan dalam ayat dalam surat yang pendek seperti Al Quran Surat Al Ikhlas ayat 1-4 pun sungguh tak perlu Tuhan yang Perkasa yang tak sama dengan perkiraan manusia yang manapun, sampai memerlukan mempunyai anak, atau menjadi anak siapapun, apalagi sampai menebus dosa makhluk ciptaanNya sendiri.

Mengapakah manusia hina yang berdosa, namun Tuhanlah yang menebusinya? Atau bahkan ‘mengorbankan anaknya’? Kepada siapa anak itu dikorbankan oleh ‘tuhan’ itu?

Apapun juga, ajaran Paulus ini bertentangan dengan ajaran Taurat dan Yesus berikut ini:

YEHEZKIEL 18:20 Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya. 
MARKUS 10:14 Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. (lihat juga MATIUS 19:14).

Menurut Yehezkiel, setiap orang akan menanggung akibat perbuatannya masing2. Bahkan menurut Yesus sendiri, anak-anak adalah pemilik kerajaan surga, yang berarti keadaan mereka adalah suci tanpa dosa. Bagaimana mungkin anak-anak yang suci tanpa dosa harus ditebus pula dosanya?