PENGKHIANATAN SYI'AH TERHADAP ISLAM DALAM SEJARAH:
Di
bawah ini adalah ringkasan sejarah Syi’ah terutama kelompok (firqoh)
Syi’ah yang bernama Itsna Asy’ariyyah (pengikut 12 Imam Syi’ah) atau
Rofidhoh (yang menolaki keyakinan imam mereka sendiri yang ternyata
menolak membenci para Khulafahur Rosyidin), kelompok yang terbesar dari
aneka pecahan (firqoh) Syi'ah, dan yang saat ini resmi berkuasa dan
dominan, di negara Iran.
Mereka adalah yang menolaki
sama-sekali bahkan mengkafirkan para Imam-Khulafahur Rosyidin kecuali
Kholifah Ali bin Abi Tholib - rodhiollohu ‘anhu - dan menolaki
sama-sekali bahkan mengkafirkan ribuan sahabat Rosululloh - shollollohu
‘alaihi wasallam - (termasuk sebagian sangat besar karenanya juga Hadits
yang diriwayatkan mereka).
Dan mereka mengakui hanya
segelintir dari para Sahabat, yakni hanya Sahabat yang dari Persia dan
Sahabat yang pernah berselisih-pendapat dengan para Kholifah selain
Kholifah Ali, rodhiollohu ‘anhum.
Mereka juga mengaku
mencintai Ahlul Bait, namun sebenarnya menjebak dan memfitnah Ahlul
Bait. Dan sebagian dari kaum yang disebut Ahlul Bait itu mempercayai ini
dan ikut menyuburkannya, sayang-sekali.
Marilah kita
renungkan bahwa yang biasanya disebut dengan ‘Ahlul Bait’ – terutama di
Indonesia, adalah keturunan Al Husain bin Ali Bin Abi Tholib rodhiollohu
‘anhu yang sudah tercampur darah Persia dari istrinya. Maka tak aneh
juga jika mereka sampai terpengaruh ini. Dan ingatlah bahwa
Kholifah/Imam Umar dibunuh tawanan Persia, Abu Lu’lu Al Majusi, yang
menipu dan menusukinya saat beliau memimpin sholat Subuh.
Marilah
juga kita ingat bahwa peristiwa terbunuhnya Kholifah/Imam Al Husain
adalah karena melawan Kholifah Yazid bin Mu’awiyah. Imam Al Husain tak
setuju atas pengangkatan Yazid sebagai Kholifah oleh ayahnya sendiri,
yakni Mu’awiyah rodhiollohu ‘anhu. Dan beliau tidak sudi berbai’at
kepada Yazid.
Ini adalah hal yang sangat disenangi musuh Islam sehingga ini semua dibumbui macam-macam untuk perpecahan muslim
Dan
mereka memperingati kematian Al Husain rodhiollohu ‘anhu dalam
peristiwa Asy-Syurah 10 Muharram dengan cara menyiksai diri mereka
sendiri.
Mengapa tak memperingati kematian Imam/Kholifah
Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu yang kiranya lebih tragis saat
beliau hendak sholat Subuh, dan jelas adalah Imam yang disepakati
Sunni-Syi’ah? Atau kematian Umar rodhiollohu ‘anhu yang adalah menantu
dari Ali rodhiollohu ‘anhu yang ditusuki tawanan perang Persia, saat
beliau sedang memimpin sholat Subuh? Atau kematian Utsman rodhiollohu
‘anhu, menantu dua kali dari Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam,
yang juga adalah kerabat mereka?
Ingatlah bahwa
munculnya Syi’ah tak lepas dari peranan ‘Abdullan bin Saba, Yahudi yang
berpura-pura masuk Islam dan bersama anak-buahnya menghasuti umat Islam
agar membunuh Kholifah Utsman rodhiollohu ‘anhu dan menghasuti umat
bahwa kedudukan Ali rodhiollohu ‘anhu lebih tinggi daripada kedudukan
para Kholifah lain, lebih pantas memimpin umat Padahal ini dibantah
oleh Ali rodhiollohu ‘anhu sendiri.
Dan kedudukan Al
Hasan bin Ali bin Abi Tholib yang justru mendamaikan dua pasukan besar
Islam yang hendak berbunuhan karena berebut hak kekholifahan sepeninggal
Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu menjadi kurang
dikemukakan mereka.
Padahal Imam Al Mahdi yang akan
datang memimpin dunia adalah dari keturunan Al Hasan, dari berita dari
Hadits dan bukan dari keturunan Al Husain sebagaimana diyakini Syi’ah
dari berita yang tidak cukup dapat dipertanggungjawabkan.
Di
sinilah pintu masuk Iblis, Setan melalui agen-agennya, antek-anteknya,
yakni manusia durjana – yang adalah hal ini adalah kaum Yahudi dan
Persia yang saat itu memang banyak di tanah Persia (Iran kini) – dalam
menipui umat. Dan menceritakan macam-macam. Mempropagandakan
macam-macam. Termasuk aneka ajaran ‘aqidah yang secara bertahap semakin
jauh dari Islam.
Misalnya ajaran berlebihan akan kesaktian
para Imam Syi’ah yang dimulai dari Ali hingga Imam Mastur atau Imam al
Mahdi versi Syi’ah yang sudah dilahirkan seribuan tahun lalu namun
sedang bersembunyi secara ghaib (termasuk kemampuan mereka menguasai
ilmu menentukan nasib penduduk Bumi dan kematiannya), ajaran berlebihan
akan keramatnya kuburan para Imam Syi’ah sehingga dijadikan tempat
beribadah (padahal ini dilarang Rosululloh shollollohu ‘alaihi
wasallam), ajaran berlebihan akan ma’shumnya para imam (bahkan segala
hal tentangnya adalah suci), ajaran dianjurkannya berhubungan seks bebas
dengan dalih mut’ah (menikah sementara-berjangka atau kontrak), dan
lain-lain.
Masih ada lain-lain ciri fundamental
mereka yang membedakan mereka daripada Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Kini,
semakin santer di Indonesia. Berhati-hatilah.
Ringkasan peristiwa pentingnya:
14
Hijirah (Hijriyyah) - Peristiwa yang terjadi pada tahun 14 Hijriyyah
inilah pokok dan azas dari kebencian kaum Syi’ah Rofidhoh terhadap Islam
dan kaum Muslimiin, karena pada tahun ini meletuslah perang Qodisiyyah
yang berakibat takluknya kerajaan Persia, kerajaan majusi, nenek-moyang
agama kaum Rofidhoh, yang di sana juga terdapat banyak komunitas Yahudi
yang membenci Muslimiin.
Pada saat itu kaum Muslimiin dibawah kepemimpinan Umar bin Khottob rodhiollohu ‘anhu.
16
Hijriyyah. - Kaum Muslimiin berhasil menaklukkan ibukota kekaisaran
Persia, Mada’in. Dengan ini hancurlah kerajaan Persia, yang di
wilayahnya juga terdapat banyak komunitas Yahudi. Kejadian ini masih
disesali oleh kaum Rofidhoh hingga saat ini. Dan in syaa Allah inilah
asal-muasal munculnya pemikiran, ‘aqidah, agama Syi’ah, warisan
pemikiran, ‘aqidah, agama Yahudi dan Persia.
23 Hijriyyah.
- Abu Lu’lu’ah Al Majusi yang dijuluki Baba Alauddin oleh kaum Rofidhoh
membunuh Kholifah/Imam Umar bin Khottob rodhiyalahu ‘anhu saat beliau
mempimpin sholat Subuh. Abu Lu’lu’ah al Majusi adalah tawanan perang
Persia yang telah dibebaskan berkeliaran, dan menusuki dari belakang
Imam Umar bin Khattab rodhiollohu ‘anhu saat beliau mempimpin sholat
Subuh.
Kuburan Abu Lu’lu’ah hingga kini menjadi obyek ziarah kaum Syi’ah, dan dipuja-puji sebagai seorang pemberani.
34
Hijriyyah. - Munculnya ‘Abdullah bin saba’, si Yahudi dari Yaman yang
dijuluki Ibnu Sauda’ dan berpura-pura masuk Islam tetapi menyembunyikan
kekafiran dalam hatinya. Dia menggalang kekuatan dan melancarkan
provokasi melawan Kholifah ketiga Kholifah/Imam Utsman bin Affan
rodhiyalahu ‘anhu hingga Kholifah/Imam Utsman dibunuh oleh para
pemberontak Khawarij di rumahnya karena fitnah yang dilancarkan oleh
Ibnu Sauda’ (Abdullah bin Saba’) ini pada tahun 35 Hijriyyah.
Keyakinan
yang diserukan oleh ‘Abdullah bin Saba’ berasal dari akar ‘aqidah dan
legenda Yahudi-Nasrani dan Majusi yaitu menuhankan Ali bin Abi Tholib
rodhiyalahu ‘anhu, wasiat, roj’ah, wilayah, keimamahan, bada’ dan
lain-lain.
36 Hijriyyah. - Ummul Mu’miniin ’Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq - rodhiyallahu
‘anha – mengajak orang-orang agar menyelidiki, dan menuntut keadilan
atas tertumpahnya darah Kholifah Utsman - rodhiollohu ‘anhu -, dan
jumlah mereka menjadi sekitar tiga ribu orang. ’Aisyah rodhiyallahu
’anha yang adalah janda Rosululloh - shollollohu
‘alaihi wasallam - dan juga anak Kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq -
rodhiollohu ‘anhu -, bersama-sama kerabatnya yang juga adalah para
sahabat Rosululloh Muhammad shollollohu ‘alaihi wasallam, Thalhah - rodhiollohu ‘anhu - dan Zubair - rodhiollohu ‘anhu -, berangkat untuk mendamaikan potensi peperangan antara Kholifah Ali dan Mu’awiyah.
Malam
sebelum terjadinya perang Jamal (Perang Unta) kedua belah pihak, yakni
pihak pasukan Ummul Mu’miniin ‘Aisyah rodhiollohu ‘anhu dan pasukan
Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu telah bersepakat untuk
berdamai. Mereka bermalam dengan sebaik-baik malam sementara ‘Abdullah
bin Saba’ dengan komplotannya bermalam dengan penuh kedongkolan. Lalu
dia membuat provokasi kepada kedua belah pihak hingga terjadilah fitnah
dan peperangan seperti yang diinginkan oleh Ibnu Saba’.
Saat
Kholifah Ali rodhiollohu ’anhu mengetahui ini dan akhirnya datang ke
sana, kedua sahabat besar Rosululloh sholollohu ’alaihi wasallam yang
dijamin masuk surga itu telah terbunuh. Dicatat bahwa Ali sangat sedih
meratap karenanya.
Salah satu ummahatul mu’minin (para ibunda kaum
beriman atau para istri Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam),
‘Aisyah binti Abu Bakar ash Shiddiq rodhiyallahu ’anha itu pun tetap
dimuliakan dan diantarkan ke Madinah, yang ternyata ini membuat kaum
Khawarij marah atas kebijaksanaan Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ’anhu
karena seharusnya tawanan pun harus ditawan.
Kaum Khawarij ini kemudian dibantah serta diinsyafkan tiga perempat darinya oleh juru perunding Sahabat ‘Abdullah bin Abbas - rodhiyallahu ’anhu - kemudian, dengan menggunakan dalil-dalil ayat-ayat Al Quran dan Hadits terutama mengenai keutamaan salah satu dari Ummahatul Mu’miniin, para ibunda kaum beriman, ‘Aisyah - rodhiyallahu ’anha - tersebut.
Pada
masa kelhilafahan Ali bin Abi Tholib kelompok ‘Abdullah bin Saba’
datang kepada Ali bin Abi Tholib - rodhiollohu ‘anhu - seraya berkata
“Kamulah, kamulah … !” Imam Ali bin Abi Tholib menjawab dengan bertanya,
”Siapakah saya?” Dan kata mereka “Kamulah (Ali) sang Pencipta!” Lalu
Ali bin Abi Tholib menyuruh mereka untuk bertobat tapi mereka menolak.
Kemudian Ali bin Abi Tholib membuang mereka.
41 Hijriyyah.
- Tahun ini adalah tahun yang dibenci oleh kaum Syi’ah Rofidhoh karena
tahun ini dinamakan tahun “Jama’ah” atau Tahun Persatuan karena Al Hasan
bin Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu mendamaikan ribuan dua pasukan
kaum Muslimiin yang hendak saling menumpasi yakni pasukan Al Hasan dan
Mu’awiyah, dan Al Hasan rodhiollohu ‘anhu mengalah dan mengundurkan diri
dari hak kekholifahan dengan sejumlah syarat, maka semuanya bersatu
dibawah kepemimpinan Kholifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan - rodhiollohu
‘anhu - sang penulis wahyu.
Dan dengan ini maka surutlah tipu daya
kaum Rofidhoh. Disayangkan banyak kalangan, Mu’awiyah di kemudian hari
mengangkat anaknya sendiri - Yazid bin Mu’awiyah - menjadi Kholifah,
yang ditentang banyak orang. Dan para penentangnya menginginkan Al
Husain bin Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu menjadi Kholifah
pengganti Mu’awiyah.
61 Hijriyyah. - Pada tahun ini Al
Husain bin Ali rodhiollohu ‘anhu yang menolak menyatakan setia,
berbai’at kepada kepemimpinan Yazid bin Mu’awiyah sebagai Kholifah,
terbunuh di padang Karbala setelah ditinggalkan oleh penolongnya yang
menyuratinya agar datang ke Persia untuk mendukungnya sebagai Kholifah
(kaum yang menyebut dirinya sebagai Syi’ah) dan justru diserahkan kepada
pembunuhnya, pasukan suruhan Yazid bin Mu’awiyah. Al Husain yang hanya
bersama rombingan pasukan kecil, terbunuh, dipenggal.
260
Hijriyyah. – Yang disebut sebagai Imam Keduabelas Syi’ah - Hasan Al
Asykari - meninggal dalam keadaan masih berusia kecil, dan kaum Rofidhoh
kemudian membuat berita bahwa bahwa imam kedua belas (12) yang
ditunggu-tunggu ini, sedang bersembunyi di sebuah lobang gua di Samurra’
dan akan kembali lagi ke dunia untuk menuntut balas.
Hingga
kini, ia masih tak ada di dunia ini, namun kaum Syi’ah juga masih
menunggui kedatangannya dan berusaha agar kemungkinan ini diperbesar. Ia
disebut sebagai Imam al Mahdi versi Syi’ah atau Imam Mastur (yang
lenyap berembunyi).
277 Hijriyyah. - Munculnya gerakan
Rofidhoh Qoromitoh yang didirikan oleh Hamdan bin Asy’ats yang dikenal
dengan julukan Qirmit di Kufah, Persia.
278 Hijriyyah. - Munculnya gerakan Qoromitoh di Bahrain dan Ahsa’ yang dipelopori oleh Abu Saad Al Janabi
280
Hijriyyah. - Munculnya kerajaan Rofidhoh Zaidiyah (pengikut Zaid) di
So’dah dan San’a di negeri Yaman yang didirikan oleh Husain bin Qosim
Arrossi.
297 Hijriyyah. - Munculnya kerajaan Ubaidiyyiin
di Mesir dan Maghribi (Maroko) yang didirikan oleh Ubaidillah bin
Muhammad Al Mahdi.
317 Hijriyyah. - Abu Tohir Arrofidhi Al
Qurmuti masuk ke kota Makkah pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan
membunuhi jamaah haji di Masjidil Haram, serta mencongkel Hajar Aswad
dan membawanya ke Ahsa’ hingga baru dapat dikembalikan lagi ke Ka’bah
pada tahun 355 Hijriyyah. Kerajaan mereka tetap eksis di Ahsa’ hingga
tahun 466 Hijriyyah. Pada tahun ini berdirilah kerajaan Hamdaniyah di
Mosul dan Halab dan tumbang pada tahun 394 Hijriyyah.
329
Hijriyyah. - Pada tahun ini Allah telah menghinakan kaum Rofidhoh karena
pada tahun ini dimulailah peristiwa “Ghoibah al Kubro” atau “menghilang
selamanya”, karena menurut mereka Imam Rofidhoh XII yang diyakini
Syi’ah sebagai Imam al Mahdi - namun tak pernah muncul - telah menulis
surat dan sampai kepada mereka yang bunyinya, “Telah dimulailah masa
menghilangku dan aku tidak akan kembali sampai masa diijinkan oleh
Allah, barangsiapa yang berkata dia telah berjumpa denganku maka dia
adalah pembohong”.
Semua ini kiranya adalah supaya mereka dapat
menghindar dari pertanyaan orang awam kepada ‘ulama mereka tentang
terlambatnya Imam al Mahdi al Mastur itu ‘keluar dari persembunyiannya’
(yang berlanjut hingga kini sekitar seribuan tahun lebih kemudian).
320-334
Hijriyyah. - Munculnya kerajaan Rofidhoh Buwaihi di dailam yang
didirikan oleh Buwaih bin Syuja’. Mereka membuat kerusakan di Baghdad.
Pada masa mereka orang-orang jahil, bodoh, mulai berani memaki-maki
(tasayyu’ terhadap) para sahabat Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam,
rodhiollohu ‘anhum.
339 Hijriyyah. – Batu Hajar Aswad dikembalikan ke Makkah atas rekomendasi dari pemerintahan Ubaidiyah di Mesir.
352
Hijriyyah. - Pemerintahan Buwaihi menutup pasar-pasar pada tanggal 10
Muharrom (Asy-Syuraah) serta meliburkan semua kegiatan jual-beli. Maka
keluarlah wanita-wanita tanpa mengenakan jilbab dengan juga memukuli
diri mereka di pasar-pasar (sebagai bentuk budaya solider mereka atas
meninggalnya Al Husain. Pada saat itu pertama kali dalam sejarah
diadakan perayaan kesedihan atas meninggalnya Husain bin Ali bin Abi
Tholib (Asy-Syuraah).
358 Hijriyyah. - Kaum Rofidhoh
Ubaydiyyiinh menguasai Mesir. Salah satu pemimpinnya kemudian yang
terkenal adalah Al Hakim Biamrillah, karena mengatakan bahwa dirinya
adalah Tuhan, dan menyeru kepada pendapat Reinkarnasi. Dengan ambruknya
kerajaan ini tahun 568 Hijriyyah muncullah gerakan Druz.
402
Hijriyyah. - Keluarnya pernyataan kebatilan nasab Fatimah yang
digembar-gemborkan oleh penguasa kerejaan Ubaidiyah di Mesir (yang bukan
keturunan Quraisy) dan menjelaskan ajaran mereka yang sesat dan mereka
adalah Zindiq dan telah dihukumi kafir oleh seluru ulama’ kaum
Muslimiin.
408 Hijriyyah. - Penguasa kerajaan Ubaidiyah di
mesir yang bernama Al Hakim Biamrillah mengatakan bahwa dirinya adalah
Tuhan. Salah satu dari kehinaannya adalah dia berniat untuk memindahkan
kubur Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam dari kota Madinah ke Mesir
sebanyak dua kali. Yang pertama adalah ketika dia disuruh oleh beberapa
orang Zindiq untuk memindahkan jasad Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam
ke Mesir. Lalu dia membangun bangunan yang megah dan menyuruh Abul Fatuh
untuk membongkar kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu
masyarakat tidak rela dan memberontak, dan ini membuat dia mengurungkan
niatnya.
Yang kedua adalah ketika ia mengutus beberapa orang untuk
membongkar kuburan Nabi. Utusan ini tinggal didekat masjid Nabawi dan
membuat lobang di bawah tanah menuju kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam. Lalu makar mereka diketahui masyarakat, dan utusan tersebut
dibunuh.
483 Hijriyyah. - Munculnya gerakan Assasin atau
Hassasin (dan di Barat kemudian terkenal dengan sebutan istilah
“Assasin” yang artinya adalah “pembunuh kejam yang menyusup”) yang
menyeru kepada kerajaan Ubaidiyah di Mesir didirikan oleh Hasan Assobah
yang memiliki asal usul darah Persia. Dia memulai dakwahnya di wilayah
Persia tahun 473 Hijriyyah.
500 Hijriyyah. - Penguasa
Ubaidiyun membangun sebuah bangunan yang megah diberi nama Mahkota
Husein. Mereka menyangka bahwa kepala Husain bin Ali bin Abi Tholib
dikuburkan di sana. Hingga saat ini banyak kaum Rofidhoh yang berziarah,
ke tempat tersebut.
656 Hijriyyah. - Pengkhianatan besar
Syi’ah membunuhi kaum Muslimiin, yang dilakukan oleh Rofidhoh pimpinan
Nashiruddin Al Thusi dan Ibnul Alqomi, yang berkhianat terhadap
kekholifahan Abbasiyah di Baghdad (kekholifahan Abbasiyah ini didirikan
oleh keturunan Al Abbas rodhiollohu ‘anhu atau paman dari Rosululloh
shollollohu ‘alaihi wasallam dan karenanya masih termasuk kalangan Ahlul
Bait).
Syi’ah bersekongkol dengan kaum Tartar atau Mongolia agar
masuk ke Baghdad dan membunuh dua (2) juta muslim Baghdah. Di antara
korbannya juga banyak dari Bani Hasyim (atau Ahlul Bait alias keturunan
atau keluarga dari Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam) yang
seolah-olah dicintai oleh kaum Syi’ah namun justru dikorbankannya ini.
Hancurlah
kekholifahan Abasiyah di Baghdad, yang sekaligus adalah kota
internasional yang paling maju di seluruh dunia saat itu, pusat
ilmu-pengetahuan, teknologi, kebudayaan, perdagangan-bisnis.
Beruntunglah, sebagian besar ilmunya telah pula disalin ke Bahasa Latin,
dan dibawa ke Eropa, dan sangat membantu lahirnya masa Renaissance dan
kemudia Masa Modern di Eropa yang lalu mendunia. Pada tahun yang sama
muncullah kelompok Nusairiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Nusair.
907
Hijriyyah. - Berdirinya kerajaan Safawiyah di iran yang didirikan oleh
Shah Ismail bin Haidar al Safawi yang juga seorang Rofidhoh. Dia telah
membunuh hampir dua (2) juta muslim yag menolak memeluk agama-mazhab
Syi’ah Rofidhoh. Pada saat masuk ke Baghdad dia memaki-maki Khulafahur
Rosyidin di depan umum dan membunuh mereka yang tidak mau memeluk
agamanya, madzhabnya. Tak ketinggalan pula dia membongkar banyak kuburan
orang Sunni seperti Imam Abu Hanifah. Termasuk peristiwa penting yang
terjadi pada masa kerajaan Sofawiyah adalah ketika Shah Abbas berhaji ke
Masyhad untuk menandingi ibadah Haji di Makkah.
Pada tahun yang
sama Sodruddin al Syirozi memulai dakwahnya kepada mazhab Baha’iyah.
Mirza Ali Muhammad al Syirozi mengatakan bahwa Allah telah masuk ke
dalam dirinya, setelah mati dia digantikan oleh muridnya Baha’ullah yang
di kemudian hari menjadi agama Baha’I (masih ada pemeluknya hingga kini
walaupun sedikit) dan telah dinyatakan sesat oleh para ‘ulama.
Sementara
itu di India muncul kelompok Qodiyaniyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad
yang mengatakan bahwa dirinya dalah Nabi yang di kemudian hari menjadi
agama Ahmadiyah yang juga telah dinyatakan sesat oleh para ‘ulama.
Kerajaan Safawiyah berakhir pada tahun 1149 Hijriyyah.
1218
Hijriyyah. - Seorang Rofidhoh dari Iraq datang ke Dar’iyah di Najd dan
menampakkan kesalihan dan kezuhudan. Pada suatu hari dia sholat di
belakang Imam Muhammad bin Su’ud, dan membunuhnya ketika dia sedang
sujud saat solat Ashar dengan belati. Syi’ah ini mengulangi yang
dilakukan Abu Lu’lu’ah al Majusi terhadap Imam/Kholifah Umar rodhiollohu
‘anhu di saat sholat Subuh.
1289 Hijriyyah. - Pada tahun
ini buku Fashlul Khitob fi Tahrifi Kitabi Robbil Arbab (penjelasan bahwa
kitab Allah telah diselewengkan dan diubah) karangan Mirza Husain bin
Muhammad Annuri Attobrosi, terbit. Kitab ini memuat pendapat Rofidhoh
bahwasanya Al Quran yang ada saat ini telah diselewengkan, dikurangi,
dan ditambahi.
1389 Hijriyyah. – Pemimpin spiritual Iran
yang diasingkan dari negaranya, Ayatollah Khomeini, menulis buku
“Wilayatul Faqih” dan “Al Hukumah Al Islamiyah”.
Sebagian
kekafiran yang ada pada buku tersebut (Al Hukumah Al Islamiyah halaman
35) adalah bahwa Khomeini berkata bahwa adalah termasuk hal yang pokok
dalam mazhabnya bahwa para imam Syi’ah memiliki posisi yang tidak dapat
dicapai oleh para malaikat dan para Nabi (Imam Syi’ah berkedudukan lebih
tinggi daripada kedudukan para Nabi dan Malaikat).
1399
Hijriyyah. - Berdirinya pemerintahan Syi’ah Itsna Asy’ariyah atau
Rofidhoh di negara Iran yang didirikan oleh Khomeini dengan gelar
Ayatollah Khomeini setelah berhasil menumbangkan pemerintahan Syah Iran
Reza Pahlevi, pada tahun 1399 Hijriyyah (1981 Masehi). Ciri khas dari
rezim negara Iran di bawahnya ini adalah mengadakan demonstrasi dan
tindakan anarkis atas nama Revolusi Islam di tanah suci Makkah pada hari
mulia yaitu pada musim Haji.
1400 Hijriyyah. – Ayatollah
Khomeini menyampaikan pidatonya pada peringatan lahirnya Imam Mahdi
fiktif mereka pada tanggal 15 sya’ban 1407 Hijriyyah (1982 Masehi).
Sebagian pidatonya berbunyi bahwa, “Para Nabi diutus Allah untuk
menanamkan prinsip keadilan di muka bumi, tetapi mereka tidak berhasil,
bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diutus untuk memperbaiki
kemanusiaan dan menanamkan prinsip keadilan, tidak berhasil … Yang akan
berhasil dalam misi itu dan menegakkan keadilan di muka bumi dan
meluruskan segala penyimpangan adalah imam al Mahdi (versi Syi’ah) yang
ditunggu-tunggu ...”
Begitulah menurut Khomeini, bahwa para Nabi -
termasuk Nabi Muhammad shollollohu ‘alaihi wasallam – telah gagal,
sementara revolusinya telah berhasil, setidaknya meletakkan pondasi kuat
akan kedatangan Imam al Mahdi Syi’ah itu.
1407 Hijriyyah.
- Jamaah haji Syi’ah negara Iran mengadakan demonstrasi besar-besaran
di kota Makkah pada hari Jum’at di musim Haji tahun 1407 Hijriyyah (1987
Masehi).
Mereka melakukan tindakan perusakan di kota Makkah
seperti kakek-moyang mereka kaum Qoromitoh, dan mereka membunuhi
beberapa orang aparat keamanan dan jamaah haji, merusak dan membakar
toko, merusak dan membakar mobil beserta mereka yang berada di dalamnya.
Jumlah korban saat itu mencapai 402 orang tewas, 85 dari mereka adalah aparat keamanan dan penduduk biasa Arab Saudi.
1408 Hijriyyah. - Mu’tamar Islam yang diadakan oleh Liga Dunia Islam di Makkah mengumumkan fatwa bahwa Khomeini telah kafir.
1409
Hijriyyah. - Pada musim Haji tahun 1409 Hijriyyah (1989 Masehi) ini
kaum Rofidhoh mengulangi pengkhiatanannya, meledakkan beberapa tempat
sekitar Masjidil Haram di kota Makkah. Mereka meledakkan bom itu tepat
pada tanggal 7 Dzulhijjah dan mengakibatkan tewasnya seorang jamaah haji
dari Pakistan dan melukai 16 orang lainnya serta mengakibatkan
kerusakan bangunan yang sangat besar. Sebanyak 16 pelaku insiden itu
berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1410 Hijriyyah.
1410
Hijriyyah. – Ayatollah Khomeini meninggal dunia, semoga Allah
memberinya balasan yang setimpal. Kaum Rofidhoh membangun sebuah
bangunan yang menyerupai Ka’bah untuknya, semoga Allah memerangi mereka.
1433
Hijiryyah. - Rezim Presiden Bashir Assaad di Suriah yang dibantu Iran –
termasuk pasukan Hizbullah - mulai membantaii rakyatnya, kaum Sunni.
Maka berdatanganlah banyak kaum muslimiin dari seluruh dunia, bahkan
kaum mualaf, yang bersatu berperang melawan mereka.
Dua belas (12) Persamaan Syi’ah dengan Yahudi
1.
Yahudi telah mengubah-ubah Taurat, begitu pula Syi’ah. Mereka mempunyai
Al Quran hasil kerajinan tangan mereka yakni yang disebut sebagai
“Mushaf Fathimah” yang tebalnya tiga (3) kali lipat daripada Al Quran
kaum Muslimiin. Mereka menganggap ayat Al Quran yang diturunkan
berjumlah 17.000 ayat, dan karenanya menuduh para sahabat rodhiyollohu
‘anhum menghapus sepuluh ribu (10.000) ayat lebih.
Al Quran
yang sesungguhnya yang ditulis oleh Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu
’anhu menurut kaum Syi’ah, akan dibawa Imam Mahdi pada akhir jaman (”Ma
Ba’da azh-Zhuhur” halaman 637 yang ditulis Muhammad Shadiq ash-Shadr
dan ”Yaum al-Khalash” halaman 373 serta Kitab al-Ghaibah halaman 318)
dan bahwa Al Quran telah diubah (lihat ”Al Fashl fi al-Ahwa’ wa al-milal
wa an-Nihal” 5/182 dinukil dari al-Jama’at al Islamiyyah oleh Salim al-Hilali halaman 246).
2.
Yahudi menuduh Siti Maryam yang suci telah berzinah, karena telah
mengandung Nabi ‘Isa ‘alahis salam tanpa menikah (Al Quran Surat Maryam
ayat 28). Syi’ah melakukan hal yang sama terhadap istri Rosululloh
shollollohu ‘alaihi wasallam, ‘Aisyah —rodhiollohu ‘anha— sebagaimana
yang diungkapkan Al-Qummi (pembesar Syi’ah) dalam Tafsir Al-Qummi
(II/34).
3. Yahudi mengatakan, “Kami tidak akan disentuh
oleh api neraka melainkan hanya beberapa hari saja.” (Al Quran Surat
Al-Baqarah ayat 80). Syi’ah lebih dahsyat dalam hal ini daripada Yahudi
dengan mengatakan, “Api neraka telah diharamkan membakar setiap orang
Syi’ah,” sebagaimana tercantum dalam kitab mereka yang dianggap suci
Fashl Kitab (hal.157).
4. Yahudi meyakini, Allah
mengetahui sesuatu setelah terjadinya sesuatu itu, padahal Allah tadinya
tidak tahu. Begitu juga dengan Syi’ah. Orang-orang Syi’ah menyebutnya
sebagai akidah “Al Bada’”. Abu Abdillah berkata, “Seseorang belum
dianggap beribadah kepada Allah sedikit pun, hingga ia mengakui adanya
sifat bada’ bagi Allah.” (Ushulul Kafi fi Kitabit Tauhid: 1/331).
Bayangkan, mereka menisbahkan kebodohan kepada Allah yang telah berfirman:
“Katakanlah,
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara
yang gaib kecuali Allah.” (Al Quran Surat An-Naml ayat 65)
Sementara
di sisi lain, mereka berkeyakinan bahwa para imam mereka mengetahui
segala ilmu pengetahuan dan tak ada sedikit pun yang samar baginya. Al
Kulaini, seorang ulama paling terpercaya di kalangan Syi’ah berkata di
dalam bukunya, “Bab bahwa para imam mengetahui ilmu yang telah dan akan
terjadi, dan tidak ada sesuatu apa pun yang tersembunyi bagi mereka.”
(Al Kafi: 1/261).
5. Yahudi berkata, “Tidak layak (tidak
sah) kerajaan itu melainkan di tangan keluarga Daud.” Syi’ah berkata,
”Tidak layak Imamah itu melainkan pada Ali dan keturunannya”, dan ini
dapat ditemui dengan mudah di banyak literatur Syi’ah.
6.
Yahudi menghalalkan darah setiap muslim atau Ghoyyim atau Gentiles (yang
bukan Yahudi). Demikian pula Syi’ah, mereka menghalalkan darah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah/Sunni.
7. Yahudi tidak menetapkan
adanya jihad hingga Allah mengutus Dajjal. Syi’ah Rofidhoh mengatakan,
”Tidak ada jihad hingga Allah mengutus Imam Mahdi datang.”
8.
Orang-orang Yahudi memberikan kepemimpinan kepada anak keturunan Nabi
Harun ‘alaihis salam, bukan keturunan Nabi Musa ‘alahis salaam. Demikian
pula orang-orang Syi’ah, mereka memberikan kepemimpinan kepada
keturunan Al Husein radhiyallahu ‘anhu, bukan Al Hasan radhiyallahu
‘anhu.
Dalam riwayat orang-orang Syi’ah disebutkan, dari Hisyam
bin Salim, dia berkata, “Aku berkata kepada Ash-Shadiq Ja’far bin
Muhammad —‘alaihimas salam, manakah yang lebih utama Al Hasan atau Al
Husein?” Maka dia berkata, “Al Hasan lebih utama dari Husain.”
Aku berkata, “Lalu bagaimana bisa imamah setelah Al Husain ditampuk keturunan Al Husain, bukan keturunan Al Hasan?”
Maka
Ja’far berkata, “Sesungguhnya Allah —Tabaraka wa Ta’aala— menyukai jika
sunnah Musa dan Harun berlaku kepada Al Hasan dan Al Husein —‘alaihimas
salam. Apakah engkau tidak melihat bahwasanya Musa dan Harun itu
keduanya adalah nabi? Demikian pula Al Hasan dan Al Husein, keduanya
adalah imam. Tapi, Allah Subhanahu wa Ta’aala menjadikan nubuwwah bagi
keturunan Harun, bukan Musa, walaupun Musa lebih afdhal dari Harun
—‘alaihimas salam.”
Konon adalah demikian, menurut mereka.
9.
Syi’ah Imamiyah menetapkan 12 imam mereka untuk menyerupai jumlah
pemimpin dari kalangan Bani Israil, sebagaimana disebutkan dalam Al
Quran Surat Al Maidah ayat 12.
10. Orang-orang Yahudi
membenci Jibril. Mereka mengatakan bahwa Jibril adalah musuh kita dari
kalangan malaikat. Adapun Syi’ah berkata, Jibril telah keliru dalam
menyampaikan wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mereka juga berkata, “Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam telah
berkhianat ketika menyampaikan wahyu kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, padahal sepantasnya dan yang lebih berhak adalah Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu.”
Inilah Syi’ah, bagaimana bisa
mereka menuduh Jibril ‘alaihis salam berkhianat? Padahal Allah Azza wa
Jalla telah menyifatinya dengan al amin (yang dapat dipercaya) dalam
firman-Nya:
“Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al Amin (Jibril).” (Al Quran Surat As-Syu’aara: 193)
11. Yahudi sangat keras memusuhi kaum Muslimin, firman Allah Azza wa Jalla, artinya:
“Pasti
kamu akan dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap
orang-orang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.”
(Al Quran Surat Al Maidah ayat 82). Demikian pula dengan orang-orang
Syi’ah, sangat memusuhi Ahlus Sunnah wal Jamaah, bahkan menganggap
mereka sebagai najis.
12. Yahudi dan Syi’ah, keduanya tidak bersifat adil dalam memberikan kecintaan dan kebencian.
Di
satu sisi, Yahudi bersifat ghuluw terhadap sebagian nabi dan
orang-orang shaleh mereka. Mereka menempatkannya sebagai sembahan yang
diagungkan. Seperti perkataan mereka yang dikutip dalam al Qur’an,
“’Uzair anak Allah.” (Al Quran Surat At-Taubah ayat 30). Namun di sisi
lain, mereka mencela sebagian nabi dan menuduh mereka sebagai penjahat.
Demikian
pula dengan Syi’ah, Anda dapat melihat mereka berlebih-lebihan
mengagungkan Ali radhiyallahu ‘anhu dan sebagian keturunan beliau,
bahkan menempatkan mereka sebagai sembahan dan berkeyakinan bahwa Allah
Azza wa Jalla bersatu dalam dzat mereka. Namun di sisi lain, mereka
mencela sahabat dan kaum Muslimin. Menuduh mereka munafik dan kafir.
Meski
banyak memiliki persamaan, Yahudi dan Nasrani telah selangkah lebih
maju dari Syi’ah dalam hal etika. Ketika orang-orang Yahudi ditanya,
“Siapa penganut terbaik agama kalian?” Mereka menjawab, “Sahabat-sahabat
Musa.” Orang-orang Nashrani pun ditanya dengan pertanyaan yang sama,
jawaban mereka, “Para penolong ‘Isa.”
Dan ketika
orang-orang Syi’ah ditanya, “Siapa pengikut paling durhaka dari agama
kalian?” Mereka menjawab, “Sahabat-sahabat Muhammad.”
Al-Baghdâdi
rahimahullâh telah menjelaskan secara ringkas permusuhan kaum Syi’ah
Bathiniyah ini terhadap Islam dan kaum Muslimin. Beliau berkata:
“Ketahuilah
–semoga Allâh membuatmu bahagia– sesungguhnya bahaya yang ditimbulkan
oleh kaum Bathiniyah terhadap kaum Muslimin lebih besar daripada bahaya
yang ditimbulkan oleh kaum Yahudi, Nashrani maupun Majusi. Bahkan lebih
besar daripada kaum Dahriyah (atheis) serta kelompok-kelompok kafir
lainnya.
Bahkan lebih besar daripada bahaya yang ditimpakan oleh
Dajjal yang muncul di akhir zaman. Karena orang-orang yang tersesat
akibat dakwah Bathiniyah ini sejak awal mula munculnya dakwah mereka
sampai hari ini lebih banyak daripada orang-orang yang disesatkan oleh
Dajjal pada waktu munculnya nanti. Karena fitnah Dajjal tidak lebih dari
empat puluh hari, sementara kejahatan kaum Bathiniyah ini lebih banyak
lagi daripada butiran pasir dan tetesan hujan.”
(Al-Farqu bainal Firaq hlm 382)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang Syi’ah Bathiniyah, “Mereka lebih
kafir daripada orang Yahudi dan Nashrani, bahkan lebih kafir daripada
orang Musyrik … bahkan bahaya mereka lebih besar daripada Kafir Harbi
sekalipun bangsa Tartar” (Dirasatul Firaq hlm. 193. Dinukil dari Majmu’
Fatawa, Ibnu Taimiyah, 35/149-152)
Wallohua’lam.
(atm)
Benarkah Syiah Mengambil Hadits dari Ahlul Bait?
Oleh Bahrul Ulum
Di
beberapa media, Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI)
Jalaluddin Rahmat, menyatakan bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah
terletak pada hadits. Jika hadits Sunni paling besar berasal dari
sahabat nabi seperti Abu Hurairah, sedang hadits Syiah berasal dari
Ahlul Bait (Keluarga Nabi Muhammad SAW).
Pernyataan ini
sepintas lalu nampak benar, padahal sebenarnya mengandung kekeliruan.
Sebab pada kenyataannya, hadits Syiah yang diakui berasal dari Ahlul
Bait perlu ditelisik kebenerannya.
Ini karena
hadits-hadits Syiah mengandung banyak kecacatan jika dilihat dari ilmu
jarh wa ta’dil. Banyak hadits-hadits Syiah yang jalur periwayatannya
tidak memenuhi kreteria hadits yang sahih. Hal ini diakui oleh ulama
mereka seperti Muhammad bin Hasan Al Hurr Al Amili dalam kitabnya
Wasa’il Syi’ah. Ia mengatakan bahwa hadits shahih adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang penganut imamiyah yang adil dan kuat
hapalannya di seluruh tingkatan periwayatan.
Namun setelah menelisik kitab-kitab hadits seperti Al-Kafi, Tahdzib al-Ahkam, Man La Yadluruhu al-Faqih, ia kemudian mengakui bahwa kriteria itu tidak bisa diberlakukan terhadap kitab-kitab tersebut.
Jika
hal itu diberlakukan maka seluruh hadits Syi’ah tidak ada yang shahih
karena ulama Syi’ah jarang sekali menyatakan status keadilan seorang
perawi. Mereka hanya menyatakan status tauthiq (terpercaya), yang sama
sekali tidak berarti perawi itu adil. Al Amili menambahkan bahwa para
ahli ilmu di kalangan mereka mengakui jika perawi Syiah tidak bisa
dinilai adil, karena perawi yang dianggap kafir dan fasiq dimasukkan
sebagai perawi terpercaya. (Lihat Wasa’il Syi’ah, juz 30 hal 260)
Akibat
dari kelemahan tersebut banyak sekali kontradiksi dalam hadits-hadits
Syiah, termasuk menyangkut masalah akidah yang penting. Kontradiksi ini
akibat dari tidak adanya usaha membedakan antara hadits shahih dan
dhaif. Salah satu ulama Syiah yang mengeluh adalah Muhammad bin Hasan At
Thusi, karena setiap hadits pasti ada hadits lain yang berlawanan.
(Muhammad bin Hasan At-Thusy, Tahdzibul Ahkam, juz I, hal 45).
Karenanya
banyak diantara ulama Syiah sendiri yang meragukan ketsiqahan perawi
mereka. Dampaknya, mereka ragu apakah periwayatan tersebut berasal dari
para Imam atau tidak. Sebab pada faktanya, banyak hadits-hadits palsu
yang isinya mustahil dinyatakan oleh para Imam. Jika memang Imam benar
mengatakannnya, namun perawinya tidak bisa dipercaya, atau jika
perawinya bisa dipercaya, tetapi tidak bisa dilakukan pembuktian karena
sanadnya terputus, dan perawi-perawinya majhul, tidak dikenal orangnya
maupun statusnya.
Hal ini bisa dimaklumi karena para
perawi Syiah banyak yang tinggal di Kufah, sedang para imam Syiah,
khsususnya Imam Baqir dan Imam Ja’far Shadiq, yang periwayatannya paling
banyak dinukil, tinggal di Madinah yang notabena Ahlu Sunnah. Yang
tinggal di Kufah hanya para Imam setelahnya seperti Musa Al Kazhim, atau
Hasan Al Askari yang tidak banyak dinukil oleh Syiah.
Apalagi
masyarakat Kufah yang Syiah juga dikenal sebagai kelompok yang tidak
bisa dipercaya. Hal ini diakui sendiri oleh Imam Ali Ridha. Diriwayatkan
dari Musa bin Bakr al-Wasithi katanya, Abu al-Hasan (Imam Ali ar-Ridha)
berkata:
“Kalau saya mengklasifikasikan Syi’ahku, pasti
aku tidak akan mendapati mereka kecuali orang-orang yang mengaku saja
(yaitu mencintai Ahl al-Bait). Kalau aku akan menguji mereka pasti aku
tidak akan temui kecuali orang-orang yang murtad. Kalau aku mau
membersihkan mereka (dari dakwaan mereka) tentu tidak akan tinggal
walaupun seorang dari seribu. Kalau aku mau menyelidiki keadaan mereka
(yang sebenarnya) pasti tidak akan tinggal dari kalangan mereka kecuali
aku dapati mereka sambil berbaring di atas sofa-sofa (dengan sombong)
mengatakan bahwa kami adalah Syi’ah Ali sedangkan Syi’ah Ali yang benar
yaitu orang yang perbuatannya membenarkan kata-katanya”. (al-Kulaini,
ar-Raudhah min al-Kafi juz. 8 hal. 228)
Berdasar
keterangan tersebut, klaim Syiah yang mengatakan bahwa haditsnya berasal
dari Ahlul Bait, masih perlu dipertanyakan. Kemungkinan terjadinya
penisbatan tanpa ada persambungan kepada Imam Ja’far atau Imam Baqir
sangat mungkin.
Sebagai contoh sebagaimana yang dilakukan
oleh Jabir Al Ju’fi, salah satu perawi Syiah yang banyak meriwayatkan
hadits dari para Imam. Ia meriwayatkan tujuh puluh ribu hadits dari Al
Baqir, dan meriwayatkan seratus empat puluh ribu hadits dari Imam
lainnya seperti Imam Ja’far. (Al Hurr Al Amili, Wasa’il Syi’ah, juz XX, hal 151)
Ironisnya,
dengan jumlah hadits sebanyak itu, ternyata Jabir hanya sekali menemui
Imam Baqir dan belum pernah bertemu Imam Ja’far. Hal ini dinyatakan oleh
Imam Ja’far ketika ditanya tentang Jabir. “Demi Allah aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.” (Ibnu Amr, Rijalul Kisyi, hal 196)
Selain
itu Syiah juga tidak memiliki standar untuk penilaian hadits atau
riwayat. Sedangkan kontradiksi yang ada pada riwayat-riwayat mereka
begitu banyak. Dalam hal ini Al Faidh Al Kasyani menyatakan: “Kita lihat
mereka berbeda pendapat dalam sebuah masalah, hingga mencapai dua puluh
pendapat, tiga puluh pendapat atau lebih, bahkan aku bisa mengatakan
tidak ada masalah furu’ yang tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya,
atau dalam masalah lain yang terkait.” (Al Faidh Husein Al-Khasani, Al Wafi, Muqaddimah, hal 9)
Dari
penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya kitab-kitab
hadits Syiah, yang menyertakan sanad di dalamnya, masih terdapat banyak
kontradiksi di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut
sengaja dibuat oleh orang-orang yang tidak mendalami ilmu hadits. Hal
seperti ini tidak akan terjadi pada ulama Sunni yang memiliki metodologi
yang mapan dalam masalah ini.
Penulis adalah Peneliti pada Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya