Cari Blog Ini

Minggu, 26 Januari 2014

TENTANG SYI'AH - BAGIAN VI

PENGKHIANATAN SYI'AH TERHADAP ISLAM DALAM SEJARAH:

Di bawah ini adalah ringkasan sejarah Syi’ah terutama kelompok (firqoh) Syi’ah yang bernama Itsna Asy’ariyyah (pengikut 12 Imam Syi’ah) atau Rofidhoh (yang menolaki keyakinan imam mereka sendiri yang ternyata menolak membenci para Khulafahur Rosyidin), kelompok yang terbesar dari aneka pecahan (firqoh) Syi'ah, dan yang saat ini resmi berkuasa dan dominan, di negara Iran.

Mereka adalah yang menolaki sama-sekali bahkan mengkafirkan para Imam-Khulafahur Rosyidin kecuali Kholifah Ali bin Abi Tholib - rodhiollohu ‘anhu - dan menolaki sama-sekali bahkan mengkafirkan ribuan sahabat Rosululloh - shollollohu ‘alaihi wasallam - (termasuk sebagian sangat besar karenanya juga Hadits yang diriwayatkan mereka).

Dan mereka mengakui hanya segelintir dari para Sahabat, yakni hanya Sahabat yang dari Persia dan Sahabat yang pernah berselisih-pendapat dengan para Kholifah selain Kholifah Ali, rodhiollohu ‘anhum.

Mereka juga mengaku mencintai Ahlul Bait, namun sebenarnya menjebak dan memfitnah Ahlul Bait. Dan sebagian dari kaum yang disebut Ahlul Bait itu mempercayai ini dan ikut menyuburkannya, sayang-sekali.

Marilah kita renungkan bahwa yang biasanya disebut dengan ‘Ahlul Bait’ – terutama di Indonesia, adalah keturunan Al Husain bin Ali Bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu yang sudah tercampur darah Persia dari istrinya. Maka tak aneh juga jika mereka sampai terpengaruh ini. Dan ingatlah bahwa Kholifah/Imam Umar dibunuh tawanan Persia, Abu Lu’lu Al Majusi, yang menipu dan menusukinya saat beliau memimpin sholat Subuh.

Marilah juga kita ingat bahwa peristiwa terbunuhnya Kholifah/Imam Al Husain adalah karena melawan Kholifah Yazid bin Mu’awiyah. Imam Al Husain tak setuju atas pengangkatan Yazid sebagai Kholifah oleh ayahnya sendiri, yakni Mu’awiyah rodhiollohu ‘anhu. Dan beliau tidak sudi berbai’at kepada Yazid.

Ini adalah hal yang sangat disenangi musuh Islam sehingga ini semua dibumbui macam-macam untuk perpecahan muslim

Dan mereka memperingati kematian Al Husain rodhiollohu ‘anhu dalam peristiwa Asy-Syurah 10 Muharram dengan cara menyiksai diri mereka sendiri.

Mengapa tak memperingati kematian Imam/Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu yang kiranya lebih tragis saat beliau hendak sholat Subuh, dan jelas adalah Imam yang disepakati Sunni-Syi’ah? Atau kematian Umar rodhiollohu ‘anhu yang adalah menantu dari Ali rodhiollohu ‘anhu yang ditusuki tawanan perang Persia, saat beliau sedang memimpin sholat Subuh? Atau kematian Utsman rodhiollohu ‘anhu, menantu dua kali dari Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam, yang juga adalah kerabat mereka? 

Ingatlah bahwa munculnya Syi’ah tak lepas dari peranan ‘Abdullan bin Saba, Yahudi yang berpura-pura masuk Islam dan bersama anak-buahnya menghasuti umat Islam agar membunuh Kholifah Utsman rodhiollohu ‘anhu dan menghasuti umat bahwa kedudukan Ali rodhiollohu ‘anhu lebih tinggi daripada kedudukan para Kholifah lain, lebih pantas memimpin umat  Padahal ini dibantah oleh Ali rodhiollohu ‘anhu sendiri.

Dan kedudukan Al Hasan bin Ali bin Abi Tholib yang justru mendamaikan dua pasukan besar Islam yang hendak berbunuhan karena berebut hak kekholifahan sepeninggal Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu menjadi kurang dikemukakan mereka.   

Padahal Imam Al Mahdi yang akan datang memimpin dunia adalah dari keturunan Al Hasan, dari berita dari Hadits dan bukan dari keturunan Al Husain sebagaimana diyakini Syi’ah dari berita yang tidak cukup dapat dipertanggungjawabkan.

Di sinilah pintu masuk Iblis, Setan melalui agen-agennya, antek-anteknya, yakni manusia durjana – yang adalah hal ini adalah kaum Yahudi dan Persia yang saat itu memang banyak di tanah Persia (Iran kini) – dalam menipui umat. Dan menceritakan macam-macam. Mempropagandakan macam-macam. Termasuk aneka ajaran ‘aqidah yang secara bertahap semakin jauh dari Islam.

Misalnya ajaran berlebihan akan kesaktian para Imam Syi’ah yang dimulai dari Ali hingga Imam Mastur atau Imam al Mahdi versi Syi’ah yang sudah dilahirkan seribuan tahun lalu namun sedang bersembunyi secara ghaib (termasuk kemampuan mereka menguasai ilmu menentukan nasib penduduk Bumi dan kematiannya), ajaran berlebihan akan keramatnya kuburan para Imam Syi’ah sehingga dijadikan tempat beribadah (padahal ini dilarang Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam), ajaran berlebihan akan ma’shumnya para imam (bahkan segala hal tentangnya adalah suci), ajaran dianjurkannya berhubungan seks bebas dengan dalih mut’ah (menikah sementara-berjangka atau kontrak), dan lain-lain.    

Masih ada lain-lain ciri fundamental mereka yang membedakan mereka daripada Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Kini, semakin santer di Indonesia. Berhati-hatilah.

Ringkasan peristiwa pentingnya:

14 Hijirah (Hijriyyah) - Peristiwa yang terjadi pada tahun 14 Hijriyyah inilah pokok dan azas dari kebencian kaum Syi’ah Rofidhoh terhadap Islam dan kaum Muslimiin, karena pada tahun ini meletuslah perang Qodisiyyah yang berakibat takluknya kerajaan Persia, kerajaan majusi, nenek-moyang agama kaum Rofidhoh, yang di sana juga terdapat banyak komunitas Yahudi yang membenci Muslimiin.
Pada saat itu kaum Muslimiin dibawah kepemimpinan Umar bin Khottob rodhiollohu ‘anhu.

16 Hijriyyah. - Kaum Muslimiin berhasil menaklukkan ibukota kekaisaran Persia, Mada’in. Dengan ini hancurlah kerajaan Persia, yang di wilayahnya juga terdapat banyak komunitas Yahudi. Kejadian ini masih disesali oleh kaum Rofidhoh hingga saat ini. Dan in syaa Allah inilah asal-muasal munculnya pemikiran, ‘aqidah, agama Syi’ah, warisan pemikiran, ‘aqidah, agama Yahudi dan Persia.

23 Hijriyyah. - Abu Lu’lu’ah Al Majusi yang dijuluki Baba Alauddin oleh kaum Rofidhoh membunuh Kholifah/Imam Umar bin Khottob rodhiyalahu ‘anhu saat beliau mempimpin sholat Subuh. Abu Lu’lu’ah al Majusi adalah tawanan perang Persia yang telah dibebaskan berkeliaran, dan menusuki dari belakang Imam Umar bin Khattab rodhiollohu ‘anhu saat beliau mempimpin sholat Subuh.
Kuburan Abu Lu’lu’ah hingga kini menjadi obyek ziarah kaum Syi’ah, dan dipuja-puji sebagai seorang pemberani.

34 Hijriyyah. - Munculnya ‘Abdullah bin saba’, si Yahudi dari Yaman yang dijuluki Ibnu Sauda’ dan berpura-pura masuk Islam tetapi menyembunyikan kekafiran dalam hatinya. Dia menggalang kekuatan dan melancarkan provokasi melawan Kholifah ketiga Kholifah/Imam Utsman bin Affan rodhiyalahu ‘anhu hingga Kholifah/Imam Utsman dibunuh oleh para pemberontak Khawarij di rumahnya karena fitnah yang dilancarkan oleh Ibnu Sauda’ (Abdullah bin Saba’) ini pada tahun 35 Hijriyyah.
Keyakinan yang diserukan oleh ‘Abdullah bin Saba’ berasal dari akar ‘aqidah dan legenda Yahudi-Nasrani dan Majusi yaitu menuhankan Ali bin Abi Tholib rodhiyalahu ‘anhu, wasiat, roj’ah, wilayah, keimamahan, bada’ dan lain-lain.

36 Hijriyyah. - Ummul Mu’miniin ’Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq - rodhiyallahu ‘anha – mengajak orang-orang agar menyelidiki, dan menuntut keadilan atas tertumpahnya darah Kholifah Utsman - rodhiollohu ‘anhu -, dan jumlah mereka menjadi sekitar tiga ribu orang. ’Aisyah rodhiyallahu ’anha yang adalah janda Rosululloh  - shollollohu ‘alaihi wasallam - dan juga anak Kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq - rodhiollohu ‘anhu -, bersama-sama kerabatnya yang juga adalah para sahabat Rosululloh Muhammad shollollohu ‘alaihi wasallam, Thalhah - rodhiollohu ‘anhu - dan Zubair - rodhiollohu ‘anhu -, berangkat untuk mendamaikan potensi peperangan antara Kholifah Ali dan Mu’awiyah.
Malam sebelum terjadinya perang Jamal (Perang Unta) kedua belah pihak, yakni pihak pasukan Ummul Mu’miniin ‘Aisyah rodhiollohu ‘anhu dan pasukan Kholifah Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu telah bersepakat untuk berdamai. Mereka bermalam dengan sebaik-baik malam sementara ‘Abdullah bin Saba’ dengan komplotannya bermalam dengan penuh kedongkolan. Lalu dia membuat provokasi kepada kedua belah pihak hingga terjadilah fitnah dan peperangan seperti yang diinginkan oleh Ibnu Saba’.
Saat Kholifah Ali rodhiollohu ’anhu mengetahui ini dan akhirnya datang ke sana, kedua sahabat besar Rosululloh sholollohu ’alaihi wasallam yang dijamin masuk surga itu telah terbunuh. Dicatat bahwa Ali sangat sedih meratap karenanya.
Salah satu ummahatul mu’minin (para ibunda kaum beriman atau para istri Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam), ‘Aisyah binti Abu Bakar ash Shiddiq rodhiyallahu ’anha itu pun tetap dimuliakan dan diantarkan ke Madinah, yang ternyata ini membuat kaum Khawarij marah atas kebijaksanaan Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ’anhu karena seharusnya tawanan pun harus ditawan.
Kaum Khawarij ini kemudian dibantah serta diinsyafkan tiga perempat darinya oleh juru perunding Sahabat ‘Abdullah bin Abbas - rodhiyallahu ’anhu - kemudian, dengan menggunakan dalil-dalil  ayat-ayat Al Quran dan Hadits terutama mengenai keutamaan salah satu dari Ummahatul Mu’miniin, para ibunda kaum beriman, ‘Aisyah - rodhiyallahu ’anha - tersebut.    
Pada masa kelhilafahan Ali bin Abi Tholib kelompok ‘Abdullah bin Saba’ datang kepada Ali bin Abi Tholib - rodhiollohu ‘anhu - seraya berkata “Kamulah, kamulah … !” Imam Ali bin Abi Tholib menjawab dengan bertanya, ”Siapakah saya?” Dan kata mereka “Kamulah (Ali) sang Pencipta!” Lalu Ali bin Abi Tholib menyuruh mereka untuk bertobat tapi mereka menolak. Kemudian Ali bin Abi Tholib membuang mereka.

41 Hijriyyah. - Tahun ini adalah tahun yang dibenci oleh kaum Syi’ah Rofidhoh karena tahun ini dinamakan tahun “Jama’ah” atau Tahun Persatuan karena Al Hasan bin Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu mendamaikan ribuan dua pasukan kaum Muslimiin yang hendak saling menumpasi yakni pasukan Al Hasan dan Mu’awiyah, dan Al Hasan rodhiollohu ‘anhu mengalah dan mengundurkan diri dari hak kekholifahan dengan sejumlah syarat, maka semuanya bersatu dibawah kepemimpinan Kholifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan - rodhiollohu ‘anhu - sang penulis wahyu.
Dan dengan ini maka surutlah tipu daya kaum Rofidhoh. Disayangkan banyak kalangan, Mu’awiyah di kemudian hari mengangkat anaknya sendiri - Yazid bin Mu’awiyah - menjadi Kholifah, yang ditentang banyak orang. Dan para penentangnya menginginkan Al Husain bin Ali bin Abi Tholib rodhiollohu ‘anhu menjadi Kholifah pengganti Mu’awiyah.

61 Hijriyyah. - Pada tahun ini Al Husain bin Ali rodhiollohu ‘anhu yang menolak menyatakan setia, berbai’at kepada kepemimpinan Yazid bin Mu’awiyah sebagai Kholifah, terbunuh di padang Karbala setelah ditinggalkan oleh penolongnya yang menyuratinya agar datang ke Persia untuk mendukungnya sebagai Kholifah (kaum yang menyebut dirinya sebagai Syi’ah) dan justru diserahkan kepada pembunuhnya, pasukan suruhan Yazid bin Mu’awiyah. Al Husain yang hanya bersama rombingan pasukan kecil, terbunuh, dipenggal.

260 Hijriyyah. – Yang disebut sebagai Imam Keduabelas Syi’ah - Hasan Al Asykari - meninggal dalam keadaan masih berusia kecil, dan kaum Rofidhoh kemudian membuat berita bahwa bahwa imam kedua belas (12) yang ditunggu-tunggu ini, sedang bersembunyi di sebuah lobang gua di Samurra’  dan akan kembali lagi ke dunia untuk menuntut balas.
Hingga kini, ia masih tak ada di dunia ini, namun kaum Syi’ah juga masih menunggui kedatangannya dan berusaha agar kemungkinan ini diperbesar. Ia disebut sebagai Imam al Mahdi versi Syi’ah atau Imam Mastur (yang lenyap berembunyi).

277 Hijriyyah. - Munculnya gerakan Rofidhoh Qoromitoh yang didirikan oleh Hamdan bin Asy’ats yang dikenal dengan julukan Qirmit di Kufah, Persia.

278 Hijriyyah. - Munculnya gerakan Qoromitoh di Bahrain dan Ahsa’ yang dipelopori oleh Abu Saad Al Janabi

280 Hijriyyah. - Munculnya kerajaan Rofidhoh Zaidiyah (pengikut Zaid) di So’dah dan San’a di negeri Yaman yang didirikan oleh Husain bin Qosim Arrossi.

297 Hijriyyah. - Munculnya kerajaan Ubaidiyyiin di Mesir dan Maghribi (Maroko) yang didirikan oleh Ubaidillah bin Muhammad Al Mahdi.

317 Hijriyyah. - Abu Tohir Arrofidhi Al Qurmuti masuk ke kota Makkah pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan membunuhi jamaah haji di Masjidil Haram, serta mencongkel Hajar Aswad dan membawanya ke Ahsa’ hingga baru dapat dikembalikan lagi ke Ka’bah pada tahun 355 Hijriyyah. Kerajaan mereka tetap eksis di Ahsa’ hingga tahun 466 Hijriyyah. Pada tahun ini berdirilah kerajaan Hamdaniyah di Mosul dan Halab dan tumbang pada tahun 394 Hijriyyah.

329 Hijriyyah. - Pada tahun ini Allah telah menghinakan kaum Rofidhoh karena pada tahun ini dimulailah peristiwa “Ghoibah al Kubro” atau “menghilang selamanya”, karena menurut mereka Imam Rofidhoh XII yang diyakini Syi’ah sebagai Imam al Mahdi  - namun tak pernah muncul - telah menulis surat dan sampai kepada mereka yang bunyinya, “Telah dimulailah masa menghilangku dan aku tidak akan kembali sampai masa diijinkan oleh Allah, barangsiapa yang berkata dia telah berjumpa denganku maka dia adalah pembohong”.
Semua ini kiranya adalah supaya mereka dapat menghindar dari pertanyaan orang awam kepada ‘ulama mereka tentang terlambatnya Imam al Mahdi al Mastur itu ‘keluar dari persembunyiannya’ (yang berlanjut hingga kini sekitar seribuan tahun lebih kemudian).

320-334 Hijriyyah. - Munculnya kerajaan Rofidhoh Buwaihi di dailam yang didirikan oleh Buwaih bin Syuja’. Mereka membuat kerusakan di Baghdad. Pada masa mereka orang-orang jahil, bodoh, mulai berani memaki-maki (tasayyu’ terhadap) para sahabat Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam, rodhiollohu ‘anhum.

339 Hijriyyah. – Batu Hajar Aswad dikembalikan ke Makkah atas rekomendasi dari pemerintahan Ubaidiyah di Mesir.

352 Hijriyyah. - Pemerintahan Buwaihi menutup pasar-pasar pada tanggal 10 Muharrom (Asy-Syuraah) serta meliburkan semua kegiatan jual-beli. Maka keluarlah wanita-wanita tanpa mengenakan jilbab dengan juga memukuli diri mereka di pasar-pasar (sebagai bentuk budaya solider mereka atas meninggalnya Al Husain. Pada saat itu pertama kali dalam sejarah diadakan perayaan kesedihan atas meninggalnya Husain bin Ali bin Abi Tholib (Asy-Syuraah).

358 Hijriyyah. - Kaum Rofidhoh Ubaydiyyiinh menguasai Mesir. Salah satu pemimpinnya kemudian yang terkenal adalah Al Hakim Biamrillah, karena mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan, dan menyeru kepada pendapat Reinkarnasi. Dengan ambruknya kerajaan ini tahun 568 Hijriyyah muncullah gerakan Druz.

402 Hijriyyah. - Keluarnya pernyataan kebatilan nasab Fatimah yang digembar-gemborkan oleh penguasa kerejaan Ubaidiyah di Mesir (yang bukan keturunan Quraisy) dan menjelaskan ajaran mereka yang sesat dan mereka adalah Zindiq dan telah dihukumi kafir oleh seluru ulama’ kaum Muslimiin.

408 Hijriyyah. - Penguasa kerajaan Ubaidiyah di mesir yang bernama Al Hakim Biamrillah mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan. Salah satu dari kehinaannya adalah dia berniat untuk memindahkan kubur Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam dari kota Madinah ke Mesir sebanyak dua kali. Yang pertama adalah ketika dia disuruh oleh beberapa orang Zindiq untuk memindahkan jasad Nabi shollollohu ‘alaihi wasallam ke Mesir. Lalu dia membangun bangunan yang megah dan menyuruh Abul Fatuh untuk membongkar kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu masyarakat tidak rela dan memberontak, dan ini membuat dia mengurungkan niatnya.
Yang kedua adalah ketika ia mengutus beberapa orang untuk membongkar kuburan Nabi. Utusan ini tinggal didekat masjid Nabawi dan membuat lobang di bawah tanah menuju kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu makar mereka diketahui masyarakat, dan utusan tersebut dibunuh.

483 Hijriyyah. - Munculnya gerakan Assasin atau Hassasin (dan di Barat kemudian terkenal dengan sebutan istilah “Assasin” yang artinya adalah “pembunuh kejam yang menyusup”) yang menyeru kepada kerajaan Ubaidiyah di Mesir didirikan oleh Hasan Assobah yang memiliki asal usul darah Persia. Dia memulai dakwahnya di wilayah Persia tahun 473 Hijriyyah.

500 Hijriyyah. - Penguasa Ubaidiyun membangun sebuah bangunan yang megah diberi nama Mahkota Husein. Mereka menyangka bahwa kepala Husain bin Ali bin Abi Tholib dikuburkan di sana. Hingga saat ini banyak kaum Rofidhoh yang berziarah, ke tempat tersebut.

656 Hijriyyah. - Pengkhianatan besar Syi’ah membunuhi kaum Muslimiin, yang dilakukan oleh Rofidhoh pimpinan Nashiruddin Al Thusi dan Ibnul Alqomi, yang berkhianat terhadap kekholifahan Abbasiyah di Baghdad (kekholifahan Abbasiyah ini didirikan oleh keturunan Al Abbas rodhiollohu ‘anhu atau paman dari Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam dan karenanya masih termasuk kalangan Ahlul Bait).
Syi’ah  bersekongkol dengan kaum Tartar atau Mongolia agar masuk ke Baghdad dan membunuh dua (2) juta muslim Baghdah. Di antara korbannya juga banyak dari Bani Hasyim (atau Ahlul Bait alias keturunan atau keluarga dari Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam) yang seolah-olah dicintai oleh kaum Syi’ah namun justru dikorbankannya ini.
Hancurlah kekholifahan Abasiyah di Baghdad, yang sekaligus adalah kota internasional yang paling maju di seluruh dunia saat itu, pusat ilmu-pengetahuan, teknologi, kebudayaan, perdagangan-bisnis. Beruntunglah, sebagian besar ilmunya telah pula disalin ke Bahasa Latin, dan dibawa ke Eropa, dan sangat membantu lahirnya masa Renaissance dan kemudia Masa Modern di Eropa yang lalu mendunia. Pada tahun yang sama muncullah kelompok Nusairiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Nusair.

907 Hijriyyah. - Berdirinya kerajaan Safawiyah di iran yang didirikan oleh Shah Ismail bin Haidar al Safawi yang juga seorang Rofidhoh. Dia telah membunuh hampir dua (2) juta muslim yag menolak memeluk agama-mazhab Syi’ah Rofidhoh. Pada saat masuk ke Baghdad dia memaki-maki Khulafahur Rosyidin di depan umum dan membunuh mereka yang tidak mau memeluk agamanya, madzhabnya. Tak ketinggalan pula dia membongkar banyak kuburan orang Sunni seperti Imam Abu Hanifah. Termasuk peristiwa penting yang terjadi pada masa kerajaan Sofawiyah adalah ketika Shah Abbas berhaji ke Masyhad untuk menandingi ibadah Haji di Makkah.
Pada tahun yang sama Sodruddin al Syirozi memulai dakwahnya kepada mazhab Baha’iyah. Mirza Ali Muhammad al Syirozi mengatakan bahwa Allah telah masuk ke dalam dirinya, setelah mati dia digantikan oleh muridnya Baha’ullah yang di kemudian hari menjadi agama Baha’I (masih ada pemeluknya hingga kini walaupun sedikit) dan telah dinyatakan sesat oleh para ‘ulama.
Sementara itu di India muncul kelompok Qodiyaniyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad yang mengatakan bahwa dirinya dalah Nabi yang di kemudian hari menjadi agama Ahmadiyah yang juga telah dinyatakan sesat oleh para ‘ulama. Kerajaan Safawiyah berakhir pada tahun 1149 Hijriyyah.

1218 Hijriyyah. - Seorang Rofidhoh dari Iraq datang ke Dar’iyah di Najd dan menampakkan kesalihan dan kezuhudan. Pada suatu hari dia sholat di belakang Imam Muhammad bin Su’ud, dan membunuhnya ketika dia sedang sujud saat solat Ashar dengan belati. Syi’ah ini mengulangi yang dilakukan Abu Lu’lu’ah al Majusi terhadap Imam/Kholifah Umar rodhiollohu ‘anhu di saat sholat Subuh.

1289 Hijriyyah. - Pada tahun ini buku Fashlul Khitob fi Tahrifi Kitabi Robbil Arbab (penjelasan bahwa kitab Allah telah diselewengkan dan diubah) karangan Mirza Husain bin Muhammad Annuri Attobrosi, terbit. Kitab ini memuat pendapat Rofidhoh bahwasanya Al Quran yang ada saat ini telah diselewengkan, dikurangi, dan ditambahi.

1389 Hijriyyah. – Pemimpin spiritual Iran yang diasingkan dari negaranya, Ayatollah Khomeini, menulis buku “Wilayatul Faqih” dan “Al Hukumah Al Islamiyah”.
Sebagian kekafiran yang ada pada buku tersebut (Al Hukumah Al Islamiyah halaman 35) adalah bahwa Khomeini berkata bahwa adalah termasuk hal yang pokok dalam mazhabnya bahwa para imam Syi’ah memiliki posisi yang tidak dapat dicapai oleh para malaikat dan para Nabi (Imam Syi’ah berkedudukan lebih tinggi daripada kedudukan para Nabi dan Malaikat).

1399 Hijriyyah. - Berdirinya pemerintahan Syi’ah Itsna Asy’ariyah atau Rofidhoh di negara Iran yang didirikan oleh Khomeini dengan gelar Ayatollah Khomeini setelah berhasil menumbangkan pemerintahan Syah Iran Reza Pahlevi, pada tahun 1399 Hijriyyah (1981 Masehi). Ciri khas dari rezim negara Iran di bawahnya ini adalah mengadakan demonstrasi dan tindakan anarkis atas nama Revolusi Islam di tanah suci Makkah pada hari mulia yaitu pada musim Haji.

1400 Hijriyyah. – Ayatollah Khomeini menyampaikan pidatonya pada peringatan lahirnya Imam Mahdi fiktif mereka pada tanggal 15 sya’ban 1407 Hijriyyah (1982 Masehi). Sebagian pidatonya berbunyi bahwa, “Para Nabi diutus Allah untuk menanamkan prinsip keadilan di muka bumi, tetapi mereka tidak berhasil, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diutus untuk memperbaiki kemanusiaan dan menanamkan prinsip keadilan, tidak berhasil … Yang akan berhasil dalam misi itu dan menegakkan keadilan di muka bumi dan meluruskan segala penyimpangan adalah imam al Mahdi (versi Syi’ah) yang ditunggu-tunggu ...”
Begitulah menurut Khomeini, bahwa para Nabi - termasuk Nabi Muhammad shollollohu ‘alaihi wasallam – telah gagal, sementara revolusinya telah berhasil, setidaknya meletakkan pondasi kuat akan kedatangan Imam al Mahdi Syi’ah itu.

1407 Hijriyyah. - Jamaah haji Syi’ah negara Iran mengadakan demonstrasi besar-besaran di kota Makkah pada hari Jum’at di musim Haji tahun 1407 Hijriyyah (1987 Masehi).
Mereka melakukan tindakan perusakan di kota Makkah seperti kakek-moyang mereka kaum Qoromitoh, dan mereka membunuhi beberapa orang aparat keamanan dan jamaah haji, merusak dan membakar toko, merusak dan membakar mobil beserta mereka yang berada di dalamnya.
Jumlah korban saat itu mencapai 402 orang tewas, 85 dari mereka adalah aparat keamanan dan penduduk biasa Arab Saudi.

1408 Hijriyyah. - Mu’tamar Islam yang diadakan oleh Liga Dunia Islam di Makkah mengumumkan fatwa bahwa Khomeini telah kafir.

1409 Hijriyyah. - Pada musim Haji tahun 1409 Hijriyyah (1989 Masehi) ini kaum Rofidhoh mengulangi pengkhiatanannya, meledakkan beberapa tempat sekitar Masjidil Haram di kota Makkah. Mereka meledakkan bom itu tepat pada tanggal 7 Dzulhijjah dan mengakibatkan tewasnya seorang jamaah haji dari Pakistan dan melukai 16 orang lainnya serta mengakibatkan kerusakan bangunan yang sangat besar. Sebanyak 16 pelaku insiden itu berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1410 Hijriyyah.

1410 Hijriyyah. – Ayatollah Khomeini meninggal dunia, semoga Allah memberinya balasan yang setimpal. Kaum Rofidhoh membangun sebuah bangunan yang menyerupai Ka’bah untuknya, semoga Allah memerangi mereka.

1433 Hijiryyah. - Rezim Presiden Bashir Assaad di Suriah yang dibantu Iran – termasuk pasukan Hizbullah -  mulai membantaii rakyatnya, kaum Sunni. Maka berdatanganlah banyak kaum muslimiin dari seluruh dunia, bahkan kaum mualaf, yang bersatu berperang melawan mereka.

Dua belas (12)  Persamaan Syi’ah dengan Yahudi

1. Yahudi telah mengubah-ubah Taurat, begitu pula Syi’ah. Mereka mempunyai Al Quran hasil kerajinan tangan mereka yakni yang disebut sebagai “Mushaf Fathimah” yang tebalnya tiga (3) kali lipat daripada Al Quran kaum Muslimiin. Mereka menganggap ayat Al Quran yang diturunkan berjumlah 17.000 ayat, dan karenanya menuduh para sahabat rodhiyollohu ‘anhum menghapus sepuluh ribu (10.000) ayat lebih.
Al Quran yang sesungguhnya yang ditulis oleh Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ’anhu menurut kaum Syi’ah, akan dibawa Imam Mahdi pada akhir jaman (”Ma Ba’da azh-Zhuhur” halaman 637 yang ditulis Muhammad Shadiq ash-Shadr dan ”Yaum al-Khalash” halaman 373 serta Kitab al-Ghaibah halaman 318) dan bahwa Al Quran telah diubah (lihat ”Al Fashl fi al-Ahwa’ wa al-milal wa an-Nihal” 5/182 dinukil dari al-Jama’at al Islamiyyah oleh Salim al-Hilali halaman 246).

2. Yahudi menuduh Siti Maryam yang suci telah berzinah, karena telah mengandung Nabi ‘Isa ‘alahis salam tanpa menikah (Al Quran Surat Maryam ayat 28). Syi’ah melakukan hal yang sama terhadap istri Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam, ‘Aisyah —rodhiollohu ‘anha— sebagaimana yang diungkapkan Al-Qummi (pembesar Syi’ah) dalam Tafsir Al-Qummi (II/34).

3. Yahudi mengatakan, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka melainkan hanya beberapa hari saja.” (Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 80). Syi’ah lebih dahsyat dalam hal ini daripada Yahudi dengan mengatakan, “Api neraka telah diharamkan membakar setiap orang Syi’ah,” sebagaimana tercantum dalam kitab mereka yang dianggap suci Fashl Kitab (hal.157).

4. Yahudi meyakini, Allah mengetahui sesuatu setelah terjadinya sesuatu itu, padahal Allah tadinya tidak tahu. Begitu juga dengan Syi’ah. Orang-orang Syi’ah menyebutnya sebagai akidah “Al Bada’”. Abu Abdillah berkata, “Seseorang belum dianggap beribadah kepada Allah sedikit pun, hingga ia mengakui adanya sifat bada’ bagi Allah.” (Ushulul Kafi fi Kitabit Tauhid: 1/331).
Bayangkan, mereka menisbahkan kebodohan kepada Allah yang telah berfirman:
“Katakanlah, “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib kecuali Allah.” (Al Quran Surat An-Naml ayat 65)
Sementara di sisi lain, mereka berkeyakinan bahwa para imam mereka mengetahui segala ilmu pengetahuan dan tak ada sedikit pun yang samar baginya. Al Kulaini, seorang ulama paling terpercaya di kalangan Syi’ah berkata di dalam bukunya, “Bab bahwa para imam mengetahui ilmu yang telah dan akan terjadi, dan tidak ada sesuatu apa pun yang tersembunyi bagi mereka.” (Al Kafi: 1/261).

5. Yahudi berkata, “Tidak layak (tidak sah) kerajaan itu melainkan di tangan keluarga Daud.” Syi’ah berkata, ”Tidak layak Imamah itu melainkan pada Ali dan keturunannya”, dan ini dapat ditemui dengan mudah di banyak literatur Syi’ah.

6. Yahudi menghalalkan darah setiap muslim atau Ghoyyim atau Gentiles (yang bukan Yahudi). Demikian pula Syi’ah, mereka menghalalkan darah Ahlus Sunnah wal Jama’ah/Sunni.

7. Yahudi tidak menetapkan adanya jihad hingga Allah mengutus Dajjal. Syi’ah Rofidhoh mengatakan, ”Tidak ada jihad hingga Allah mengutus Imam Mahdi datang.”

8. Orang-orang Yahudi memberikan kepemimpinan kepada anak keturunan Nabi Harun ‘alaihis salam, bukan keturunan Nabi Musa ‘alahis salaam. Demikian pula orang-orang Syi’ah, mereka memberikan kepemimpinan kepada keturunan Al Husein radhiyallahu ‘anhu, bukan Al Hasan radhiyallahu ‘anhu.
Dalam riwayat orang-orang Syi’ah disebutkan, dari Hisyam bin Salim, dia berkata, “Aku berkata kepada Ash-Shadiq Ja’far bin Muhammad —‘alaihimas salam, manakah yang lebih utama Al Hasan atau Al Husein?” Maka dia berkata, “Al Hasan lebih utama dari Husain.”
Aku berkata, “Lalu bagaimana bisa imamah setelah Al Husain ditampuk keturunan Al Husain, bukan keturunan Al Hasan?”
Maka Ja’far berkata, “Sesungguhnya Allah —Tabaraka wa Ta’aala— menyukai jika sunnah Musa dan Harun berlaku kepada Al Hasan dan Al Husein —‘alaihimas salam. Apakah engkau tidak melihat bahwasanya Musa dan Harun itu keduanya adalah nabi? Demikian pula Al Hasan dan Al Husein, keduanya adalah imam. Tapi, Allah Subhanahu wa Ta’aala menjadikan nubuwwah bagi keturunan Harun, bukan Musa, walaupun Musa lebih afdhal dari Harun —‘alaihimas salam.”
Konon adalah demikian, menurut mereka.

9. Syi’ah Imamiyah menetapkan 12 imam mereka untuk menyerupai jumlah pemimpin dari kalangan Bani Israil, sebagaimana disebutkan dalam Al Quran Surat Al Maidah ayat 12.

10. Orang-orang Yahudi membenci Jibril. Mereka mengatakan bahwa Jibril adalah musuh kita dari kalangan malaikat. Adapun Syi’ah berkata, Jibril telah keliru dalam menyampaikan wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka juga berkata, “Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam telah berkhianat ketika menyampaikan wahyu kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal sepantasnya dan yang lebih berhak adalah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.”

Inilah Syi’ah, bagaimana bisa mereka menuduh Jibril ‘alaihis salam berkhianat? Padahal Allah Azza wa Jalla telah menyifatinya dengan al amin (yang dapat dipercaya) dalam firman-Nya:

“Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al Amin (Jibril).” (Al Quran Surat As-Syu’aara: 193)

11. Yahudi sangat keras memusuhi kaum Muslimin, firman Allah Azza wa Jalla, artinya:
“Pasti kamu akan dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (Al Quran Surat  Al Maidah ayat 82). Demikian pula dengan orang-orang Syi’ah, sangat memusuhi Ahlus Sunnah wal Jamaah, bahkan menganggap mereka sebagai najis.

12. Yahudi dan Syi’ah, keduanya tidak bersifat adil dalam memberikan kecintaan dan kebencian.

Di satu sisi, Yahudi bersifat ghuluw terhadap sebagian nabi dan orang-orang shaleh mereka. Mereka menempatkannya sebagai sembahan yang diagungkan. Seperti perkataan mereka yang dikutip dalam al Qur’an, “’Uzair anak Allah.” (Al Quran Surat At-Taubah ayat 30). Namun di sisi lain, mereka mencela sebagian nabi dan menuduh mereka sebagai penjahat.

Demikian pula dengan Syi’ah, Anda dapat melihat mereka berlebih-lebihan mengagungkan Ali radhiyallahu ‘anhu dan sebagian keturunan beliau, bahkan menempatkan mereka sebagai sembahan dan berkeyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla bersatu dalam dzat mereka. Namun di sisi lain, mereka mencela sahabat dan kaum Muslimin. Menuduh mereka munafik dan kafir.

Meski banyak memiliki persamaan, Yahudi dan Nasrani telah selangkah lebih maju dari Syi’ah dalam hal etika. Ketika orang-orang Yahudi ditanya, “Siapa penganut terbaik agama kalian?” Mereka menjawab, “Sahabat-sahabat Musa.” Orang-orang Nashrani pun ditanya dengan pertanyaan yang sama, jawaban mereka, “Para penolong ‘Isa.”

Dan ketika orang-orang Syi’ah ditanya, “Siapa pengikut paling durhaka dari agama kalian?” Mereka menjawab, “Sahabat-sahabat Muhammad.”

Al-Baghdâdi rahimahullâh telah menjelaskan secara ringkas permusuhan kaum Syi’ah Bathiniyah ini terhadap Islam dan kaum Muslimin. Beliau berkata:

“Ketahuilah –semoga Allâh membuatmu bahagia– sesungguhnya bahaya yang ditimbulkan oleh kaum Bathiniyah terhadap kaum Muslimin lebih besar daripada bahaya yang ditimbulkan oleh kaum Yahudi, Nashrani maupun Majusi. Bahkan lebih besar daripada kaum Dahriyah (atheis) serta kelompok-kelompok kafir lainnya.
Bahkan lebih besar daripada bahaya yang ditimpakan oleh Dajjal yang muncul di akhir zaman. Karena orang-orang yang tersesat akibat dakwah Bathiniyah ini sejak awal mula munculnya dakwah mereka sampai hari ini lebih banyak daripada orang-orang yang disesatkan oleh Dajjal pada waktu munculnya nanti. Karena fitnah Dajjal tidak lebih dari empat puluh hari, sementara kejahatan kaum Bathiniyah ini lebih banyak lagi daripada butiran pasir dan tetesan hujan.”

(Al-Farqu bainal Firaq hlm 382)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang Syi’ah Bathiniyah, “Mereka lebih kafir daripada orang Yahudi dan Nashrani, bahkan lebih kafir daripada orang Musyrik … bahkan bahaya mereka lebih besar daripada Kafir Harbi sekalipun bangsa Tartar” (Dirasatul Firaq hlm. 193. Dinukil dari Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah, 35/149-152)

Wallohua’lam.

(atm)

Benarkah Syiah Mengambil Hadits dari Ahlul Bait?

Oleh Bahrul Ulum

Di beberapa media, Ketua Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rahmat, menyatakan bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah terletak pada hadits. Jika hadits Sunni paling besar berasal dari sahabat nabi seperti Abu Hurairah, sedang hadits Syiah berasal dari Ahlul Bait (Keluarga Nabi Muhammad SAW).

Pernyataan ini sepintas lalu nampak benar, padahal  sebenarnya mengandung kekeliruan.  Sebab pada kenyataannya, hadits Syiah yang diakui berasal dari Ahlul Bait perlu ditelisik kebenerannya.

Ini karena hadits-hadits Syiah mengandung banyak kecacatan jika dilihat dari ilmu jarh wa ta’dil. Banyak hadits-hadits Syiah yang jalur periwayatannya tidak memenuhi kreteria hadits yang sahih.  Hal ini diakui oleh ulama mereka seperti Muhammad bin Hasan Al Hurr Al Amili dalam kitabnya Wasa’il Syi’ah. Ia mengatakan bahwa hadits shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang penganut imamiyah yang adil dan kuat hapalannya di seluruh tingkatan periwayatan.

Namun setelah menelisik kitab-kitab hadits seperti Al-Kafi, Tahdzib al-Ahkam, Man La Yadluruhu al-Faqih, ia kemudian mengakui bahwa kriteria itu tidak bisa diberlakukan terhadap kitab-kitab  tersebut.

Jika hal itu diberlakukan maka seluruh hadits Syi’ah tidak ada yang shahih karena ulama Syi’ah jarang sekali menyatakan status keadilan seorang perawi. Mereka hanya menyatakan status tauthiq (terpercaya), yang sama sekali tidak berarti perawi itu adil. Al Amili menambahkan bahwa para ahli ilmu di kalangan mereka mengakui jika perawi Syiah tidak bisa dinilai adil, karena perawi yang dianggap kafir dan fasiq dimasukkan sebagai perawi terpercaya. (Lihat Wasa’il Syi’ah, juz 30 hal 260)

Akibat dari kelemahan tersebut banyak sekali kontradiksi dalam hadits-hadits Syiah, termasuk menyangkut masalah akidah yang penting. Kontradiksi ini akibat dari tidak adanya usaha membedakan antara hadits shahih dan dhaif. Salah satu ulama Syiah yang mengeluh adalah Muhammad bin Hasan At Thusi, karena setiap hadits pasti ada hadits lain yang berlawanan. (Muhammad bin Hasan At-Thusy, Tahdzibul Ahkam, juz I,  hal 45).

Karenanya banyak diantara ulama Syiah sendiri yang meragukan ketsiqahan perawi mereka. Dampaknya, mereka ragu apakah periwayatan tersebut berasal dari para Imam atau tidak.  Sebab pada faktanya, banyak hadits-hadits palsu yang isinya mustahil dinyatakan oleh para Imam. Jika memang Imam benar mengatakannnya, namun perawinya tidak bisa dipercaya, atau jika perawinya bisa dipercaya, tetapi tidak bisa dilakukan pembuktian karena sanadnya terputus, dan perawi-perawinya majhul, tidak dikenal orangnya maupun statusnya.

Hal ini bisa dimaklumi karena para perawi Syiah banyak yang tinggal di Kufah, sedang para imam Syiah, khsususnya Imam Baqir dan Imam Ja’far Shadiq, yang periwayatannya paling banyak dinukil, tinggal di Madinah yang notabena Ahlu Sunnah.  Yang tinggal di Kufah hanya para Imam setelahnya seperti Musa Al Kazhim, atau Hasan Al Askari yang tidak banyak dinukil oleh Syiah.

Apalagi masyarakat Kufah yang Syiah juga dikenal sebagai kelompok yang tidak bisa dipercaya. Hal ini diakui sendiri oleh Imam Ali Ridha. Diriwayatkan dari Musa bin Bakr al-Wasithi katanya, Abu al-Hasan (Imam Ali ar-Ridha) berkata:

“Kalau saya mengklasifikasikan Syi’ahku, pasti aku tidak akan mendapati mereka kecuali orang-orang yang mengaku saja (yaitu mencintai Ahl al-Bait). Kalau aku akan menguji mereka pasti aku tidak akan temui kecuali orang-orang yang murtad. Kalau aku mau membersihkan mereka (dari dakwaan mereka) tentu tidak akan tinggal walaupun seorang dari seribu. Kalau aku mau menyelidiki keadaan mereka (yang sebenarnya) pasti tidak akan tinggal dari kalangan mereka kecuali aku dapati mereka sambil berbaring di atas sofa-sofa (dengan sombong) mengatakan bahwa kami adalah Syi’ah Ali sedangkan Syi’ah Ali yang benar yaitu orang yang perbuatannya membenarkan kata-katanya”. (al-Kulaini, ar-Raudhah min al-Kafi juz. 8 hal. 228)

Berdasar keterangan tersebut, klaim Syiah yang mengatakan bahwa haditsnya berasal dari Ahlul Bait, masih perlu dipertanyakan. Kemungkinan terjadinya penisbatan tanpa ada persambungan kepada Imam Ja’far atau Imam Baqir sangat mungkin.

Sebagai contoh sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir Al Ju’fi, salah satu perawi Syiah yang banyak meriwayatkan hadits dari para Imam. Ia meriwayatkan tujuh puluh ribu hadits dari Al Baqir, dan meriwayatkan seratus empat puluh ribu hadits dari Imam lainnya seperti Imam Ja’far. (Al Hurr Al Amili, Wasa’il Syi’ah,  juz XX,  hal 151)

Ironisnya, dengan jumlah hadits sebanyak itu, ternyata Jabir hanya sekali menemui Imam Baqir dan belum pernah bertemu Imam Ja’far. Hal ini dinyatakan oleh Imam Ja’far ketika ditanya tentang Jabir.  “Demi Allah aku hanya melihat dia menemui ayahku sekali saja, dia belum pernah masuk menemuiku sama sekali.” (Ibnu Amr,  Rijalul Kisyi,  hal 196)

Selain itu Syiah juga tidak memiliki standar untuk penilaian hadits atau riwayat. Sedangkan kontradiksi yang ada pada riwayat-riwayat mereka begitu banyak. Dalam hal ini Al Faidh Al Kasyani menyatakan: “Kita lihat mereka berbeda pendapat dalam sebuah masalah, hingga mencapai dua puluh pendapat, tiga puluh pendapat atau lebih, bahkan aku bisa mengatakan tidak ada masalah furu’ yang tidak ada perbedaan pendapat di dalamnya, atau dalam masalah lain yang terkait.” (Al Faidh Husein Al-Khasani, Al Wafi, Muqaddimah, hal 9)

Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa sesungguhnya kitab-kitab hadits Syiah, yang menyertakan sanad di dalamnya, masih terdapat banyak kontradiksi di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut sengaja dibuat oleh orang-orang yang tidak mendalami ilmu hadits. Hal seperti ini tidak akan terjadi pada ulama Sunni yang memiliki metodologi yang mapan dalam masalah ini.

Penulis adalah Peneliti pada Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya